WahanaNews.co | Tahun 1899, Nitobe Inazo pernah membuat karya yang mengeksplorasi jalan hidup samurai, bushido, dan pedang yang dijuluki sebagai jiwanya samurai. Begitu luhurnya status sebilah pedang saat itu, hingga menjadikan pembuat pedang sebagai orang-orang yang dimuliakan.
Di Bab ke XIII, Nitobe bercerita tentang pembuat pedang. Katanya, Pembuat pedang bukanlah seorang seniman belaka dan bengkelnya adalah tempat perlindungan. Setiap hari dia memulai keahliannya dengan doa dan pemurian. "Dia menyerahkan jiwa dan rohnya ke dalam penempaan baja."
Baca Juga:
Fajar/Rian Juara Kumamoto Masters 2024
Maka itu, setiap ayunan atau gesekan pada batu asah dimaknai sebagai tindakan religius. Bahkan, beberapa ahli pedang kuno Jepang menjadi setenah si samurai itu sendiri. Salah satu yang paling terjenal ialah Muramasa Sengo dan Masamune Goro.
Muramasa Sengo ialah ahli pedang yang hidup selama periode Muramachi (abad ke-14 hingga 16 M). Beberapa legenda mengatakan bahwa Muramasa ialah murid dari Masamune. Walaupun secara historis tidak mungkin karena Masamune hidup beberapa abad sebelumnya, menurut Ancient Origins.
Muramasa digambarkan sebagai orang yang benar-benar gila dan rentan terhadap serangan kekerasan. Sifat desktruktifnya itu dipercaya memengaruhi bilah pedang yang dia tempa. Pedang itu kemudian akan "memiliki" sang pemilik. Mengubahnya menjadi prajurit gila dan mematikan, layaknya Muramasa.
Baca Juga:
Takumi Minamino Senang Namanya Sejajar dengan Legenda Jepang Shunsuke Nakamura
Banyak pendapat berkata bahwa pedang Muramasa kontras dengan Masamune. Pada suatu legenda, yang berkata bahwa ia murid Masamune, mengikuti kompetisi pembuatan pedang untuk menentukan, siapakah ahli pedang terhebat di Jepang. Setelah keduanya menyelesaikan pedang mereka, uji senjata dilakukan.
Kontesnya, pedang itu harus digantung di sungai dengan ujung yang tajam menghadap ke arus. Pedang Muramasa pun memotong semua yang melewatinya. Seperti ikan, daun, dan bahkan udara. Sebaliknya, pedang Masamune gagal memotong apapun. Tetapi, Masamune dinyatakan sebagai pemenang, karena pedang Muramasa haus darah dan memotong tanpa pandang bulu. Sementara itu, pedang Masamune tidak memotong atau membunuh dengan sia-sia.
Bilah Katana yang dibuat oleh Muramasa pada abad ke-16, di Museum Nasional Tokyo.
Terlepas dari reputasi buruknya, pedang Muramasa berkualitas tinggi dan populer di Jepang. Sempat pada pemerintahan Togugawa Ieyasu, shogun pertama Edo, Pedang Muramasa tak lagi disukai. Ayahnya, Matsudaira Hirotada dan kakeknya Matsudaira Kiyoyasu dibunuh oleh pengikut mereka yang memegang pedang Muramasa. Konon, shogun sendiri juga dipotong dengan pisau Muramasa oleh salah satu jenderalnya.
Pedang muramasa seakan memiliki kekuatan untuk membunuh anggota keluarga Tokugawa. Akibatnya, shogun memutuskan untuk melarang kepemilikan Muramasa dan pada akhirnya banyak karya-karya Muramasa dilebur, walaupun beberapa disembunyikan.
Larangan kepemilikan pedang Muramasa dianggap serius. Mereka yang tertangkap akan dihukum berat. Kasus yang pernah terjadi adalah Takanak Ume, Hakim Nagasaki yang menimbun 24 bilah Muramasa pada 1634. Ia kemudian diperintahkan melakukan seppuku (ritual bunuh diri mengeluarkan isi perut).
Terlepas dari hukuman berat, orang-orang yang terus menyimpan pedang Muramasa megubah tanda pedang untuk menghindari deteksi dari pihak berwenang. Selain itu, banyak pemalsuan telah dilakukan, sehingga sulit mengidentifikasi pedang Muramasa yang asli.
Akan tetapi, Muramasa telah menjadi simbol pembuat pedang terampil asal Jepang. Bahkan ia kerap muncul di karya-karya populer saat ini. [rin]