WahanaNews.co, Jakarta - Rupanya, ada kebiasaan kita sehari-hari yang tanpa disadari mempermudah penipu online dalam melaksanakan aksinya.
Pernyataan ini disampaikan oleh Sandromedo Christa Nugroho, Ketua Tim Insiden Siber Sektor Keuangan di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Baca Juga:
Sisi Kelam AI Diungkap Polisi Inggiris, Untuk Penipuan hingga Pelecehan Seksual
Menurutnya, individu yang sering memajang kegiatan mereka di media sosial cenderung lebih rentan menjadi korban penipuan online.
Seringkali, para pelaku kejahatan siber berusaha mendapatkan data pribadi yang bersifat sensitif agar bisa membobol rekening korban dan mengosongkan saldo mereka.
"Yang sekarang Gen Z suka banget update [media sosial]. Lagi makan update, lagi di mana update. Sebenarnya memancing serangan untuk bisa mem-profiling seseorang dengan mudah," kata Ketua Tim Insiden Siber Sektor Keuangan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sandromedo Christa Nugroho, dalam acara Peluncuran Gerakan Tanpa Tipu-Tipu, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Baca Juga:
Fenomena E-commerce: Nilai Transaksi Fantastis, tapi Ribuan Kasus Penipuan Mengintai
Menurutnya, pelaku bisa melihat nama korban. Berikutnya bisa dicari media sosialnya, misalnya ke Facebook dan dari sana bisa diketahui data keluarganya.
"Contohnya ketemu akun yang pertama saya lihat dari namanya dulu. Itu bisa profiling media sosialnya, kerjaannya. Dari Facebook bisa ke family ya, keluarganya siapa, ayahnya siapa, sampai bisa dapat alamatnya. Biasanya akan melakukan attack, dari penipuan online," jelasnya.
Pelaku akan melakukan profiling korban sedemikian rupa. Jadi serangan yang diberikan akan berhasil dan tidak menjadi useless.
Sandromedo juga menjelaskan laporan serangan siber terus menerus juga mengalami peningkatan. Misalnya dari 2020 ke 2021 kenaikannya mencapai 230%.
"Ini menandakan sebenarnya kita sedang masuk ke transformasi digital. Tapi tidak dilengkapi dengan literasi digital yang baik," ungkap dia, mengutip CNBC Indonesia.
Dia mengatakan ada beberapa jenis serangan siber. Termasuk salah satunya yang menggunakan sisi humanis dan psikologi dari korbannya.
Dalam kesempatan yang sama, VP Public Relations Blibli, Yolanda Nainggolan menjelaskan kebanyakan serangan berasal dari kesalahan individu itu sendiri. Dia mengutipnya dari laporan World Economic Forum 2022.
"Menunjukkan bahwa 95% masalah keamanan siber ada dari sisi orang," kata Yolanda.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]