"Maka promonya sendiri itu
mungkin akan berkurang karena sudah berorientasi pada profitabilitas, apalagi
nanti kalau sudah mulai dibuka ke publik, IPO, tuntutan dari investor publik
akan lebih banyak mendorong untuk mencari profitabilitas. Ini yang nanti jadi
pertanyaan, apakah konsumen akan loyal? Ini akan terlihat beberapa bulan atau
tahun ke depan," ungkap Bhima.
Kedua, menurut Bhima, usai merger, ada
kemungkinan kedua perusahaan akan lebih mengembangkan kelogistikan yang
terintegrasi, sehingga tetap ada potensi layanan ongkos kirim alias ongkir jadi
lebih murah bagi pengguna.
Baca Juga:
Fasilitasi Transportasi Dinas Karyawan, PLN Gandeng Pihak GoTo
Khususnya untuk pengiriman barang
belanjaan di Tokopedia, karena bisa memanfaatkan jaringan
kelogistikan dari Gojek.
Ketiga, sistem pembayaran dan pinjam
meminjam (peer-to-peer lending) bisa
jadi semakin kuat dan gencar ditawarkan ke pengguna.
"Jadi ke depan, sangat mungkin
orang beli barang di Tokopedia bisa menggunakan skema kredit dari Gopay, jadi
dia tidak hanya sistem pembayaran tapi juga P2P karena sudah ada PayLater," terangnya.
Baca Juga:
Fasilitasi Transportasi Dinas Karyawan, PLN Gandeng Pihak GoTo
Selain tiga hal itu, ada pula dampak
negatif dari merger ini.
Belajar dari perkembangan perusahaan
digital di China yang dikuasai oleh segelintir pemain besar, hal ini bisa
memicu terciptanya persaingan yang kurang sehat.
"Ini bisa mengulang kasus di
China, mungkin tidak mirip, tapi hampir sama, di mana salah satu kelemahan
sistem digital yang terintegrasi ke segelintir pemain, itu bisa menghambat
inovasi pemain baru. Masalah lain antitrust terkait monopoli pasar
digital," katanya.