WahanaNews.co | Keberadaan ular naga ternyata bukan hanya hewan mitologi. Ular itu ditemukan oleh sejumlah pegiat hidup di kawasan Pegunungan Sanggabuana, Kabupaten Karawang.
Namun, ular naga yang ditemukan itu tidak seperti yang digambarkan selama ini. Ular yang hidup di Pegunungan Sanggabuana Karawang ini berukuran kecil dan tak bisa menyemburkan api.
Baca Juga:
Pertama di Jabar: Kejari Bandung Ajukan Pencabutan Status Ayah Pelaku Kekerasan
Kepala Divisi Konservasi Keanekaragaman Hayati SCF Deby Sugiri seperti dilansir detikcom menjelaskan ciri fisik, habitat dan kebiasaan ular naga jawa bernama latin Xxenodermus javanicus tersebut.
"Secara habitat, ular naga jawa ini menyukai tempat lembab dan berbatu, ular ini juga unik dan endemik karena merupakan jenis reptil semi akuatik," kata Deby kepada wartawan, Rabu (2/10/2022).
Deby menuturkan ular naga jawa sendiri masuk dalam kategori ular yang tidak berbisa dan cenderung mudah stress.
Baca Juga:
Survei Indikator: Elektabilitas Dedi Mulyadi-Erwan Unggul di Pilgub Jabar
"Kalau di dalam literatur ular naga jawa ini masuk dalam jenis ular dataran tinggi, tapi pada saat ditemukan di Curug Cikoleangkak berada di ketinggian sekitar 565 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan ini masih di dataran menengah," kata dia.
Seperti diketahui, ular naga jawa adalah ular jenis kecil pemakan ikan dan katak atau kodok. Biasanya ular ini dapat ditemui di dataran tinggi 1.000 mdpl.
"Ular naga jawa juga merupakan satwa yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Jika iklim atau agroklimat berubah maka ular naga jawa ini akan gampang stress dan mati," ungkapnya.
"Ular naga jawa ini mempunyai sisik yang lebih kasar dibanding ular pada umumnya, lebih mirip dengan sisik biawak. Ciri khas lainnya yang mirip dengan naga adalah adanya sisik atau duri menonjol yang disebut hemipenial di sepanjang punggung atau bagian dorsal," lanjutnya.
Dia juga menjelaskan barisan hemipenial di bagian dorsal ini juga berjajar rapi, mirip dengan tubuh naga dalam mitologi. Hemipenial di belakang kepala ular naga Jawa, pada beberapa individu terlihat sangat menonjol hingga seperti membentuk tanduk atau mahkota di bagian belakang kepalanya.
Deby mengungkapkan berdasarkan laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Xenodermus javanicus masuk dalam kategori LR atau Least Concern, atau memilki resiko kepunahan yang rendah.
Lebih lanjut, Deby menerangkan jika melihat Xenodermus javanicus dan karakter ularnya sebagai indikator ekologi, serta masih ditemukan di sekitaran Curug Cikoleangkak, hal ini mengidikasikan ekosistem di sekitar Curug Cikoleangkak masih bagus.
"Tapi jika ekosistemnya berubah, misalnya banyak alih fungsi lahan hutan atau penebangan pohon yang masif, dan mempengaruhi kelembaban kawasan di sekitar habitat hidup ular naga Jawa, maka populasinya akan menurun atau hilang," ujarnya. [JP]