Dikisahkan bahwa La Sattumpugi memiliki anak bernama We Cudai. Ia menikah dengan seorang Lelaki dari Kerajaan Luwu bernama Sawerigading dan memiliki anak bernama La Galigo.
Sosok La Galigo inilah yang kemudian menulis karya sastra terpanjang di dunia dengan jumlah lebih dari 9.000 halaman yang berjudul I La Galigo (Sureq Galigo). Isinya tentang asal usul penciptaan manusia di dalam tradisi masyarakat Bugis.
Baca Juga:
140 Pengikut Jamaah Islamiyah Sulawesi Membubarkan Diri, Ikrar Kembali ke NKRI
Dari keturunan La Sattumpugi dan Sawerigading beserta pengikutnya inilah tersebar ke beberapa daerah. Mereka membentuk kerajaan, kebudayaan, dan aksara sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Bone, Soppeng, Wajo, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang.
Pada perkembangannya mereka kemudian menjalin pertalian dan pernikahan dengan suku-suku lain seperti Makassar dan Mandar.
Agama dan Sistem Kepercayaan Suku Bugis
Baca Juga:
Imbas Hilirisasi, Bahlil Sebut 54 Persen Warga Morowali Kena Asma
Melansir Jurnal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang berjudul "Religiusitas dan Kepercayaan Masyarakat Bugis-Makassar", disebutkan bahwa terhitung 97% orang Bugis merupakan penganut agama Islam. Mereka menganut Islam secara taat dalam artian kepercayaan.
Meskipun dalam prakteknya belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam, namun mereka tidak mau dikatakan bukan Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat Bugis yang menjalankan praktek-praktek kepercayaan Attoriolong. Yaitu kepercayaan nenek moyang dulu sebelum datangnya Islam.