"Pemahaman anak itu berbeda, bahkan terbatas. Jadi bisa berbeda, atau bisa terbatas. Secara kualitatif berbeda, atau secara kuantitatif berbeda jumlahnya. Dengan jumlah atau kualitas pemahaman yang berbeda dengan orang dewasa, maka anak tidak betul-betul menangkap berita seperti orang dewasa," terang Nina, Rabu (10/8/2022).
"Bisa jadi, anak menginterpretasi berita dengan caranya sendiri, dengan pikirannya sendiri. yang kita nggak tahu apakah itu tepat atau tidak dan apakah itu oke-oke saja untuk anak atau tidak," lanjutnya.
Baca Juga:
Waspadai Orang Manipulatif, Kenali Tanda dan Trik Manipulator di Sekitar Kita
Nina mencontohkan, berita tentang bencana alam kerap disampaikan berulang dengan pembaruan informasi terus-menerus selama berhari-hari.
Besar risiko jika anak tidak diberi pengarahan, anak mengira setiap harinya terdapat bencana baru. Efeknya, anak menjadi cemas.
Contoh lainnya, berita pembunuhan yang disampaikan secara berkepanjangan dan terus-menerus bisa membuat anak ketakutan. Besar risiko, anak beranggapan bahwa dunia tempatnya hidup tidak aman.
Baca Juga:
Psikolog Sebut Hukuman Fisik Bukan Cara Tepat Perbaiki Perilaku Anak
"Atau bahkan ketika ini disebut bahwa ini polisi, (anak berpikir) 'ih berarti polisi tidak menjaga masyarakat malah mencelakai'? Itu kan bisa pemahaman yang salah. Padahal tidak semua polisi seperti itu. Misalnya begitu. Bisa saja anak memiliki pemahaman yang berbeda dan belum tentu baik untuk dirinya," jelas Nina.
"Jadi kalau kita mau mengajak anak menonton berita, memang perlu diterjemahkan dalam bahasa anak dan kita mesti siap untuk mengecek bagaimana sebetulnya ada perubahan apa di anak ketika dia habis mendengar berita tertentu," pungkasnya. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.