Ismail lantas berkomentar bahwa penghasilan sebesar itu
didapat pada 2017 ketika mereka hanya mengandalkan pendapatan dari iklan di
situs. Namun, kini dengan makin ramainya iklan di Youtube, maka tak heran jika
hoaks ini pun menjamur di platform video besutan Google itu.
Kasus menyebarkan hoaks untuk mencari keuntungan bukan hanya
terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat, dalam 10 tahun terakhir Dr. Mercola
dilaporkan menyebarkan hoaks antivaksin dan mendapat keuntungan dari penjualan
pengobatan alternatif, termasuk menyebarkan hoaks terkait antivaksin Covid-19.
Baca Juga:
Pemprov Jateng Bentuk Posko Desk Pilkada Pantau Kerawanan dan Jaga Kondusifitas
Cap ini diberikan oleh peneliti yang sudah meneliti jejaring
dokter ini. Namun, Mercola sendiri menolak tuduhan itu, seperti dilaporkan New
York Times.
Sementara di dalam negeri, Peneliti MAFINDO, Puradian
Wiryadigda per 14 Agustus 2021 mencatat jumlah hoaks pada semester I 2021. Data
tersebut menyebut total hoaks general mencapai 1210, 262 hoaks terkait
Covid-19, dan 105 hoaks terkait vaksin.
Hoaks terkait Covid-19 paling banyak dikaitkan dengan
bencana kesehatan, nutrisi, dan dikaitkan dengan politik. Sebaran hoaks paling
tinggi pada Januari dan jenis hoaks yang paling banyak disebarkan adalah konten
menyesatkan.
Baca Juga:
Masinton Pasaribu Polisikan Wakil Ketua DPRD Tapteng Soal Tuduhan Kancing Baju Copot
Sementara alat penyebaran hoaks paling banyak menggunakan
teks dan media campuran dengan unsur teks, foto, dan video.
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan di Indonesia penyebar hoaks
menjadikan berita TV menjadi bahan pembuat hoaks yang nantinya diunggah di
YouTube yang merupakan ladang subur bisnis mereka.