WahanaNews.co | Persaingan yang sedang berlangsung dan terus memanas antara
Amerika Serikat (AS) dan China di sektor teknologi dinilai akan memberi sinyal
ancaman terbelahnya industri teknologi global yang sedang bertumbuh pesat di
kawasan Asia Tenggara, dan pengaruhnya ke perusahaan digital di kawasan ini.
Asia Tenggara merupakan rumah bagi
sekitar 400 juta pengguna internet, di mana 10%-nya online untuk pertama kali sejak tahun 2020 akibat pandemi yang
menyebabkan lebih banyak transaksi atau pekerjaan dilakukan melalui internet.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Menurut Josephine Teo, Menteri
Komunikasi dan Informasi Singapura, ASEAN yang tengah memperjuangkan integrasi
digital memiliki fokus pada "netralitas teknologi", bahkan ketika ancaman terbelah duanya kiblat teknologi sudah
mulai terlihat.
Netralitas teknologi mengacu pada
individu dan bisnis yang memiliki kebebasan untuk memutuskan teknologi mana yang
paling tepat dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan mereka, tanpa terpengaruh
untuk menggunakan jenis teknologi tertentu.
Dalam bahasa sederhananya, tidak
terpengaruh memakai teknologi China atau AS.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
"Ancaman ini belum lenyap, bahkan setelah Covid-19 mendisrupsi seluruh ekonomi kita,"
kata Teo kepada CNBC Internasional
pada konferensi Asia Tech x Singapore, Selasa (13/7/2021), dikutip
Senin (26/7/2021) ini.
Dia menjelaskan bahwa ketika ekonomi
pulih dari pandemi, ketergantungan pada teknologi digital akan terus tumbuh.
"Jadi, daripada terjebak dalam
persilangan semacam ini --yang sangat, sangat tidak pasti bagi
semua orang yang terlibat-- kita harus mencari lebih banyak
kemitraan, bukan lebih sedikit," katanya.