“Saat ini banyak habitat alami tanaman kapur yang terdegradasi baik tutupan lahan maupun fungsinya. Hal ini tentu jadi tantangan berat untuk konservasi tanaman kapur di habitat aslinya. Ditambah pengetahuan masyarakat yang hilang tentang pohon kapur, maka pohonnya jadi makin sulit dijumpai,” kata Dany.
Karena itu, butuh perjuangan panjang dan susah untuk mengembalikan tegakan kapur di habitat aslinya sehingga diperlukan campur tangan pemerintah daerah apabila ingin tanaman kapur kembali berjaya.
Baca Juga:
HPN 2024, PWI dan Kementerian BUMN Ajak Masyarakat Tanam 100.000 Pohon di Kawasan CFD
BP2LHK merekomendasikan empat tahapan yang perlu dilakukan untuk mengembalikan kapur ke tanah kelahirannya. Pertama, memperkenalkan kembali atau reintroduksi kapur ke masyarakat melalui pelbagai cara dan media, baik langsung maupun dengan membentuk komunitas pencinta kapur yang bergerak di dunia maya.
Kampanye kepada kaum muda melalui dunia maya, khususnya media sosial, dirasakan lebih efektif dalam membentuk opini dan mengenalkan kembali kapur di tengah masyarakat.
Kedua, membangun plot percontohan tegakan kapur di tempat-tempat wisata, atau taman-taman yang banyak dikunjungi masyarakat disertai informasi penjelasan sejarah dan produknya.
Baca Juga:
Tiang Listrik PLN Tumbang, Pokok Sawit Lapuk Penyebabnya
Ketiga, menyiapkan perbanyakan dan persemaian yang memadai untuk menyebarkan jenis kapur bagi masyarakat yang berminat menanamnya. Persemaian dapat bekerja sama dengan pihak swasta pemegang HPH dan instansi kehutanan lainnya, seperti Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS).
Keempat, menyebarkan bibit kapur melalui instansi-instansi yang ada di masyarakat. “Misalnya, bagi pasangan yang akan menikah, diwajibkan menanam bibit kapur minimal dua batang di lokasi yang sudah ditentukan dengan bibit yang disediakan dan diharapkan bisa memeliharanya sehingga pada masa depan dapat menjadi cerita bagi keluarganya,” kata Dany.
Ichwan Azhari, Kepala Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan dan juga Ketua Asosiasi Museum Indonesia Sumatera Utara, juga menyatakan kondisi pohon kapur di Barus terancam punah.