WahanaNews.co | Meski kerap terlihat menyenangkan, bekerja di dunia travel tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sama seperti profesi lain, Anda perlu bekerja keras dan memiliki skill khusus agar bisa terjun ke industri ini.
“Sebenarnya kerja di dunia traveler itu terutama di tour leader ya, orang mungkin liatnya Jalan-jalan gratis nih dibayar pula. Gampang nih kayaknya. Tapi nggak semudah itu,” ujar Donny Rizanto, seorang travel enthusiast yang juga berprofesi sebagai seorang tour leader, dalam Podcast Aksi Nyata, di kanal Youtube Partai Perindo, Sabtu (10/12/2022).
Baca Juga:
Masa Depan Dunia Kerja: Inilah Skill Paling Dicari dan Profesi yang Bakal Menyala
“Kadang-kadang kita enggak tahu ya di dalam perjalanan itu menemukan kendala apa. Cuma memang selama hobi kita di situ dan kita niatnya mau beribadah jadi berkah akan datang dengan sendirinya,” imbuhnya.
Tak bisa dipungkiri, setiap profesi tujuan utamanya adalah memang untuk mendapatkan cuan. Meski begitu, Donny menyebut, baik berprofesi dalam industri travel maupun lainnya, kita harus menjalankan profesi dengan enjoy dan seprofesional mungkin.
Hal itu menurutnya agar profesi yang dijalani tidak dianggap menjadi beban. Dengan begitu cuan akan mengikuti dengan sendirinya. “Kita enggak perlu ngarep oh ini ini. Ya kalau memang namanya kerja, yang penting kita make sure tamu yang kita bawa itu baik-baik saja dan happy dan mereka juga nggak bakal hitung-hitungan kok,” katanya.
Baca Juga:
AI Tak Bisa Gantikan Semua, Inilah 10 Pekerjaan yang Tetap Butuh Sentuhan Manusia
Dalam kesempatan tersebut, Donny juga menyebut, meskipun harus berkali-kali terbang ke berbagai negara karena profesinya itu, ia mengaku tak pernah merasa jet lag ataupun shock culture. Pasalnya, selain karena menikmati profesinya itu, setiap negara yang ia kunjungi tentu memberikan pengalaman menarik tersendiri.
“Mungkin kalau kaya profesi aku, karena kita kan sebagai tour leader, kita sering pergi ke satu negara berkali-kali. Jadi udah nggak ada tuh kaya shock culture,” ungkapnya.
“Mungkin buat kita sudah bisa mengatasi yang namanya jet lag atau culture shock. Tapi biasanya buat para peserta atau tamu-tamu yang ikut, mereka justru mengalami shock culture itu,” imbuhnya. [sdy]