WahanaNews.co | Cendekiawan Muslim berpengaruh Sheikh Yusuf al-Qaradhawi meninggal Senin (26/9/2022), pada usia 96 tahun.
Kabar duka meninggalnya Sheikh Yusuf al-Qaradhawi ini disampaikan melalui sebuah postingan di akun Twitter resminya @alqaradawy.
Baca Juga:
Buyer Mesir Minati Gaharu Indonesia
Putranya, Abdul Rahman Yusuf al-Qaradhawi, membenarkan kabar tersebut di akun Twitter-nya.
Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) yang berbasis di Doha juga mengkonfirmasi kematian ulama besar itu dalam sebuah pernyataan di situsnya.
Jenazah Sheikh Yusuf al-Qaradhawi akan dikuburkan di pemakaman Abu Hamour, Doha, Qatar pada Selasa ini.
Baca Juga:
Presiden Mesir Mendesak Mediasi Internasional untuk Gencatan Senjata di Gaza
Profil Sheikh Yusuf al-Qaradhawi
Sosok Sheikh Yusuf al-Qaradhawi merupakan ulama besar asal Mesir yang cukup berpengaruh di dunia.
Ia adalah pemimpin Ikhwanul Muslimin dan juga merupakan pendiri Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) yang berkantor di Doha.
Tak hanya itu, Sheikh Yusuf al-Qaradhawi juga pernah menjabat sebagai ketua di organisasi itu selama 14 sejak didirikan pada 2004 lalu.
Dikutip dari aljazeera.com, Tokoh Ikhwanul Muslimin ini lahir di Mesir pada tahun 1926 silam.
Dia pindah ke Qatar pada awal 1960-an ketika dia diangkat menjadi Dekan Fakultas Syariah di Universitas Qatar dan kemudian diberikan kewarganegaraan Qatar.
Selama bertahun-tahun, al-Qaradhawi memiliki acara telepon agama di TV Al Jazeera yang ditonton oleh puluhan juta orang.
Al-Qaradawi digambarkan oleh pendukungnya sebagai sosok ulama yang moderat, tetapi beberapa negara Barat dan Teluk menstigmanya sebagai seorang ekstremis.
Hal ini lantaran satu sikapnya yang mendukung pemboman bunuh diri terhadap Israel dalam Intifada Kedua di awal 2000an.
Ia juga menyuarakan dukungan untuk memerangi orang Amerika di Irak setelah invasi tahun 2003 menggulingkan Saddam Hussein.
Sikapnya terhadap kedua masalah itu membuatnya mendapat kritik keras yang sudah berlangsung lama di dunia Barat.
Padahal ia termasuk tokoh yang mengutuk serangan 9/11 di Amerika Serikat oleh militan jihad dari al-Qaeda.
Ia juga mendukung pemberontakan pro-demokrasi terhadap para pemimpin Mesir, Libya dan Suriah selama Musim Semi Arab.
Al-Qaradhawi menggabungkan pendidikan agama dengan aktivisme anti-kolonial selama masa mudanya.
Aktivismenya melawan pendudukan Inggris dan kemudian, hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin menyebabkan penangkapannya beberapa kali selama tahun 1950-an.
Setelah pindah ke Qatar pada tahun 60-an, ia sangat jarang kembali ke Mesir.
Dia tidak kembali ke Mesir sampai 2011, ketika pemberontakan rakyat menggulingkan Presiden lama Hosni Mubarak.
Qaradawi, yang telah mendukung para pengunjuk rasa dalam siaran TV-nya, mengeluarkan dekrit yang melarang personel keamanan menembaki mereka.
Ia kemudian memimpin salat Jumat bagi ratusan ribu orang di Tahrir Square seminggu setelah pengunduran diri Mubarak.
Kembali ke Pengasingan
Dikutip dari BBC, Al-Qaradawi kembali lagi ke pengasingan pada 2013 setelah militer menggulingkan penerus Mubarak yang terpilih secara demokratis, Mohammed Morsi.
Ia sangat kritis terhadap kudeta yang menggulingkan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis itu.
Ia melakukan penentangan terhadap Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan mendesak semua kelompok di Mesir untuk mengembalikan Morsi ke posisinya yang sah.
Pada 2015, sebuah pengadilan di Mesir menjatuhkan hukuman mati kepada Qaradawi dan puluhan orang lainnya secara in absentia atas pembobolan penjara massal selama pemberontakan 2011.
Tapi dia menolak putusan itu dan menganggapnya sebagai omong kosong atau rekayasa belaka.
Kematian Al-Qaradawi memicu reaksi muslim di seluruh dunia, banyak orang yang bersimpati dan mengirim doa atas kematiannya.
Jamal El Shayyal dari Al Jazeera, mengatakan bahwa Qaradawi menulis “lebih dari 120 buku dan lebih dari 50-60 publikasi lain yang berbicara kepada sebagian besar komunitas Muslim global”.
“Dia mungkin adalah cendekiawan Muslim paling internasional yang dimiliki Islam di zaman modern, mungkin satu-satunya yang paling berpengaruh karena dia tidak membatasi ajarannya pada bagian tertentu dari Islam,” katanya.
Qaradawi sering berbicara tentang isu-isu modern, termasuk segala sesuatu mulai dari “perbolehan hubungan hingga pemilihan umum dan demokrasi hingga masalah keadilan sosial,” tambah El Shayyal. [qnt]