WahanaNews.co, Jakarta - Aroma tak sedap mulai menyeruak dari pembangunan pengolahan sampah Refuse-Derived Fuel (RDF) Plant, Rorotan, Jakarta Utara menjelang akan mulai dioperasikan. Bau busuk muncul mulai dari komplain warga, hingga tudingan kebijakan yang tidak tepat sasaran.
Pembangunan proyek strategis yang digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai upaya penyelesaian permasalahan sampah, dengan total pagu anggaran Rp1,3 triliun ini awalnya diklaim menjadi yang terbesar dan tercanggih dengan segala fasilitas modern.
Baca Juga:
Tohom Purba Tegaskan "Pentingya" Pengelolaan Sampah yang Lebih Progresif dan Inovatif
Sebagai informasi, proyek RDF di Rorotan ini akan mendukung penguraian jumlah sampah masyarakat Jakarta yang mencapai total 7.500 ton per hari. Dengan kapasitas pengolahan sampah yang ditargetkan mencapai 2.500 ton/hari, RDF Rorotan diharapkan mampu mengolah sekitar 30% total sampah Jakarta.
Hasil RDF rencananya akan dijual ke off-taker, dengan harga sekitar USD 24-44/ton. Adanya penjualan ini juga diharapkan dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta.
Namun, seiring dimulainya uji coba aroma tak sedap atas pembangunan ini muncul. Dimulai dengan komplain warga perumahan Jakarta Garden City (JGC), Cakung, Jakarta Timur yang terganggu karna bau busuk sampai ke perumahan mereka.
Baca Juga:
Sampah di Gerbong Kereta, Cermin Buram Pengelolaan Limbah di Indonesia
"Bau menyengat dan asap pekat yang membuat kami warga komplek tak nyaman. Baunya itu kayak bau pestisida, terus pedih di mata, kadang-kadang ada bau sabun kayak gitu. Asapnya yang paling penting itu hitam. Jelas kesehatan kami terancam," kata Wahyu, pengurua RT 18/RW 14, Kelurahan Cakung Timur, dilansir Jumat (21/2/2025).
Dukungan terhadap warga muncul dari Advokad sekaligus tokoh pergerakan Jakarta, Juharto Harianja SH. Dia menegaskan, harusnya warga diajak berdiskusi saat tahapan perencanaan proyek ini agar kepentingan masyarakat tidak terganggu.
Jelas, selain bau yang ditimbulkan, indikasi aroma tak sedap lain muncul dibalik pembangunan ini. Menurutnya jangan sampai anggaran yang begitu besar hanya akan mengorbankan kepentingan masyarakat dalam pelaksanaannya. Padahal pembangunan mestinya dilakukan untuk kepentingan masyarakat
"Belajar dari pengalaman di Koja dimana akibat kebijakan penataan kontener yang tidak sesuai zona menimbulkan banyak kecelakaan terjadi dan merugikan warga. Di situ kita bergerak menggugat Pelindo hingga saat ini menjadi tertib," ujarnya.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan bila banyak warga yang cemas karena merasa kepentingannya diabaikan. Dia menegaskan pihaknya akan bersama masyarakat JGC dan sekitarnya dalam memperjuangan kepentingan yang lebih besar yakni kehidupan masyarakat yang aman dan nyaman.
"RDF ini dibangun bukan uang kecil, lebih dari satu Triliun pemda gelontorkan anggaran untuk pembangunannya, harus hati-hati. Jangan sampai uang triliunan yang bersumber dari pajak masyarakat malah menjadi keresahan dan menyengsarakan bagi masyarakat itu sendiri," tegasnya.
Aroma tak sedap lainnya muncul dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menilai penggunaan teknologi RDF Plant Rorotan dalam pengelolaan sampah di Jakarta kurang tepat sasaran. Aktivis Walhi Jakarta Muhammad Aminullah menilai RDF hanya mampu mengolah jenis sampah tertentu, khususnya sampah kering seperti plastik.
Sementara itu, karakteristik sampah di Jakarta mayoritas bersifat organik dan cenderung basah, sehingga tidak cocok dengan mekanisme RDF. Meskipun RDF dapat mengolah sampah, prosesnya tetap memerlukan berbagai tahapan seperti pemilahan, pencacahan, dan pengeringan.
“Kita harus melihat permasalahannya dengan jelas. RDF ini tidak dapat mengatasi semua jenis sampah, hanya beberapa saja, khususnya sampah kering. Sedangkan sampah di Jakarta mayoritas organik dan basah, jadi penggunaan RDF menjadi tidak efektif,” katanya.
[Redaktur: Alpredo]