WahanaNews.co | Perempuan muda di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial FS (19) tewas dihabisi suaminya sendiri, MR (20), ibu mertuanya S (49), dan ipar SA (28).
Pembunuhan pada Selasa (3/1/2023) itu dilatarbelakangi kekesalan lantaran korban enggan membuatkan kopi untuk sang suami sepulang dari hutan.
Baca Juga:
Kabupaten Lombok Tengah Gelar Jambore Desa Wisata untuk Promosi Wisata
Ayah kandung pelaku, Ariah (55) menjelaskan, bahwa FS dan pelaku MR sama-sama putus sekolah dan menikah dini.
"Ya mereka menikah dini, saya juga tidak setuju sebenarnya, tapi ya karena kenalan lewat handphone, baru kenalan sebentar dia bawa anak gadis orang pulang, ya harus kami nikahkan akhirnya," kata Ariah di Dusun Pondok Komak, Desa Lantan Kecamatan Batu Keliang Utara, Lombok Tengah, melansir Kompas.com, Jumat (6/1/2023).
Menurutnya setelah menikah, putranya bekerja mencari pakis di hutan bersama bapaknya.
Baca Juga:
Sejumlah Saksi Usir Ketua KPU NTB saat Pleno di Kabupaten Lombok Tengah
Pakis itu selanjutnya dijual ke pasar oleh FS. Uang hasil berjualan pakis tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit.
"Menantu saya itu cerita kalau sudah banyak kumpulkan uang, katanya mau beli motor, agar bisa pulang ke rumah orangtuanya di Lombok Timur, itu rencana FS," ungkap Ariah.
Sehari hari FS memang selalu berada di rumah menunggu suaminya pulang dari hutan. FS juga tidak suka bergaul keluar rumah.
Lalu Safwan, guru IPS di Madrasah Tsanawiyah Desa Lantan mengungkapkan, korban FS dan pelaku MR adalah mantan siswinya saat masih bersekolah.
Menurut dia, pernikahan dini kedua mantan siswanya tersebut sangat mempengaruhi peristiwa pembunuhan tersebut terjadi.
"Kedewasaan untuk menyikapi persoalan rumah tangga itu kan beda-beda. Apalagi sumber daya manusianya masih rendah, mereka masih anak-anak, masih labil dan tidak menjamin berpikir sehat," kata dia, Kamis.
Safwan melihat apa yang terjadi pada FS dan MR menjadi PR besar pemerintah di Desa Lantan hingga para orangtua untuk serius menyikapi persoalan serupa.
Joko Jumadi, Koordinator Relawan Anak NTB yang mengikuti kasus ini, menilai bahwa peristiwa tersebut adalah salah satu dampak pernikahan dini.
"Saya lebih menekankan bahwa ini salah satu dampak dari perkawinan anak yang sering tidak disadari oleh banyak pihak, mereka tidak sanggup menyelesaikan masalah karena (menikah saat) belum dewasa," kata Joko.
Menurutnya pemerintah mulai dari desa sampai pusat, harus menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga bahwa dampak buruk pernikahan dini bisa berujung kriminalitas hingga kematian.
"Khusus Pemda Kabupaten Lombok Tengah, harus memiliki upaya sistematis mengatasi hal ini, dan mencegah terjadi lagi," kata Joko. [eta]