WahanaNews.co | Ketua DPW FSPMI, Jazuli mengatakan 1.000 buruh yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang, Banyuwangi, Jombang dan Tuban menggeruduk Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, Rabu (16/2).
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tersebut mendesak DPRD dan Pemprov Jatim untuk merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang mempersyaratkan usia 56 tahun.
Baca Juga:
Demo di Depan KPU RI Jakarta Berujung Kericuhan dengan Aparat Polisi
Massa menegaskan Permenaker sudah bertentangan dengan PP Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT.
"PP Nomor 60 Tahun 2015 tersebut menghapuskan ketentuan yang mengatur bahwa manfaat JHT bagi peserta yang terkena PHK atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun dibayarkan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun, yang sebelumnya diatur dalam PP No. 46 Tahun 2015," kata Jazuli, Rabu (16/2).
Dana JHT, lanjut dia, juga bukan pemberian pemerintah tetapi merupakan iuran bersama antara buruh dan pengusaha. Buruh membayar 2 persen dan pengusaha 3,7 persen, sehingga totalnya menjadi 5,7 persen.
Baca Juga:
Cak Imin: Pengajian, Dukungan Lampung Timur, dan Kesiapan Hadapi Demo Rakyat
JHT, ucap Jazuli, adalah tabungan bagi buruh untuk persiapan pensiun. Terutama sebagai dana untuk menyambung kehidupannya saat tidak lagi menerima pendapatan rutin dari perusahaan.
Ia menambahkan, tidak semua buruh yang kena PHK mendapatkan pesangon. Khususnya mereka yang berstatus kontrak atau outsourcing. Maka dana JHT inilah yang diharapkan dapat membantu perekonomian buruh paska PHK atau hanya untuk sekedar menyambung hidup hingga mendapatkan pekerjaan baru.
"Jadi tidak tepat jika Pemerintah ikut mengatur bahkan mempersulit pencairan JHT buruh," ujarnya.