WahanaNews.co | Gara-gara ada cap angker, Rusunawa Adiarsa di Karawang sepi peminat.
Dari empat lantai bangunan dengan 80 kamar, hanya dihuni 24 kepala keluarga saja.
Baca Juga:
Gaji Terendah Rp 9,4 Juta, Kementerian PUPR Buka 6.388 Formasi CPNS 2024
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Karawang, Dedi Achdiat, mengatakan, Rusunawa itu dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada 2005.
Lokasinya di Kelurahan Adiarsa Barat, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Menurut Dedi, lokasi semula yang dijadikan pembangunan Rusunawa Adiarsa yang membuat kesan angker.
Baca Juga:
Menkeu Sebut APBN Telah Salurkan Rp6 Triliun Untuk Pembiayaan Rumah
"Awalnya itu eks RSUD, bekas makam, dekat kamar mayat. Oleh karena itu, mungkin pada saat itu enggak ada yang minat sewa di rusun," kata Dedi, saat dihubungi wartawan, Senin (11/10/2021).
Selain itu, menurut Dedi, sepinya penghuni Rusunawa Adiarsa akibat persoalan berkaitan dengan perawatan.
"Kita sudah berupaya renovasi, tetapi peminatnya yang kurang," kata Dedi.
Dengan kondisi bangunan yang ada, rusunawa yang lokasinya dekat dengan GOR Adiarsa ini kerap dicap sebagai tempat angker.
Sehingga warga enggan menyambangi.
"Kesan mistis (angker) yang ada jadi buat itu tidak laku. Kita juga bingung harus bagaimana," kata Dedi.
Menurut Dedi, belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai masa depan Rusunawa Adiarsa.
Namun, menurut Dedi, butuh pengembangan dan perencanaan yang tepat untuk membuat lokasi ini menjadi hidup lagi.
Penampakan "Rusunawa Angker" Karawang
Di lokasi, sepintas memang terlihat Rusunawa Adiarsa ini angker.
Terlihat dari warna cat tembok gedung itu telah pudar.
Berbagai lapisan tembok sudah terkelupas, meninggalkan bekas noda dan guratan air.
Bangunan yang dibangun di atas tanah bekas RSUD itu terdiri dari empat lantai.
Namun, dari 80 kamar yang ada, tidak semuanya layak huni.
Kini rusun itu hanya dihuni 24 keluarga.
Pada lantai 1, hanya ada 8 kamar atau ruang yang layak.
Begitu pun dengan lantai 2 dan 3.
Sedangkan, pada lantai 4 tidak ada kamar yang layak huni, seperti diceritakan seorang petugas pengelola.
Kamar mandi di dalam kamar, seluruhnya tidak bisa digunakan.
Kondisi itu diakali dengan membuat kamar mandi portabel di sejumlah tempat.
Saluran air pembuangan atau drainase juga tidak berfungsi.
Setiap hujan turun, air merembes dari atap.
Rusunawa lantai 1 disewakan Rp 200.000 per bulan.
Lantai 2 disewakan Rp 150.000 per bulan; dan lantai 3 disewakan Rp 135.000 per bulan.
"Tetap sebagian penghuni banyak menunggak bayar sewa. Padahal hanya bayar sewa saja untuk listrik dan air itu gratis dari pemerintah," ujar salah petugas jaga, yang enggan disebutkan namanya. [dhn]