WahanaNews.co, Jakarta - Kepala Satpol PP Jakarta Selatan (Kasatpol PP Jaksel) nonaktif, Nanto Dwi Subekti, angkat bicara terkait jabatannya saat ini.
Nanto menyebutkan, Surat Keputusan (SK) Kepala Satpol PP DKI Jakarta Nomor 54 Tahun 2024 tentang Pembebasan Sementara dari Tugas Jabatan yang diberikan kepada dirinya tidak berdasar dan cacat hukum.
Baca Juga:
Sebanyak 15 Ribu Batang Rokok Ilegal Disita Bea Cukai dan Satpol PP Subulussalam
"Menurut peraturan yang ada bahwa kasus dugaan pelanggaran disiplin yang dituduhkan kepada saya sudah kedaluwarsa. Karena kasus ini terjadi pada 2016-2017, sehingga menurut saya kasus ini cacat hukum," kata Nanto kepada wartawan, Senin (15/7/2024).
Nanto menjelaskan, dugaan pelanggaran disiplin pada 2016-2017 berawal saat dirinya mengajukan surat pengunduran diri sebagai PNS ketika Kepala Satpol PP DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Yani Wahyu Purwoko.
Selama dua tahun, kata dia, surat permohonan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan Satpol PP DKI Jakarta saat itu.
Baca Juga:
Panggung Hiburan di Monas Meriahkan Pelantikan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran
"Karena surat permohonan tidak ditindaklanjuti, pada 2018 saya aktif dan masuk kerja kembali dengan penurunan jabatan struktural sebagai staf operasional tingkat ahli di Seksi Trantibum Satpol PP Jakarta Selatan," katanya.
Setahun aktif kembali bertugas, pada 2019, Nanto kemudian mendapat amanah mengemban jabatan struktural dan naik menjadi staf administrasi tingkat terampil di Seksi Trantibum Satpol PP Jakarta Selatan.
Tak lama kemudian, masih pada 2019, Nanto dipromosikan sebagai Kepala Seksi Trantibum serta Operasi di Satpol PP Jakarta Selatan berdasarkan SK Nomor 1633 Tahun 2019 tertanggal 22 November 2019 hingga 2023.
Kemudian, pada 12 April 2023, dia dipromosikan kembali sebagai Kepala Satpol PP Jakarta Selatan melalui Surat Keputusan Nomor 266 Tahun 2023.
Namun, pada 20 Desember 2023, Nanto menerima nota dinas Kasatpol PP DKI Jakarta atas dugaan melakukan perbuatan yang melanggar kewajiban dan/atau larangan PNS.
Nota dinas tersebut disusul dengan terbitnya Surat Keputusan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2024 tentang Pembentukan Tim Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Disiplin PNS terhadap Nanto.
Kemudian, pada 8 Maret 2024, Nanto mendapatkan surat panggilan pertama dari Kepala Satpol PP DKI Jakarta untuk diperiksa sehubungan dengan dugaan pelanggaran disiplin berupa tidak masuk kerja tanpa keterangan yang terjadi pada 2016-2019.
"Lalu pada 22 Maret 2024 saya mendapatkan SK bahwa saya dibebastugaskan sebagai Kasatpol PP Jakarta Selatan," ujarnya.
Bantah Melanggar Disiplin
Nanto menyebutkan SK Kepala Satpol PP DKI Jakarta terkait pembebasan tugasnya atas dugaan pelanggaran disiplin, secara aturan sudah kedaluwarsa dan cacat hukum.
Hal itu merujuk dengan peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai sebagaimana Pasal 13 ayat 1.
Dalam peraturan itu dijelaskan, pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan ketentuan jam kerja dihitung secara kumulatif sampai akhir tahun berjalan atau mulai dari Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang bersangkutan.
"Sehingga dengan demikian dugaan pelanggaran disiplin terhadap saya tidak berlaku demi hukum dikarenakan tahun sudah berlalu," bebernya.
Selain itu, dengan terbitnya Pergub DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2024 tentang Disiplin Pegawai, maka Pergub DKI Jakarta Nomor 140 Tahun 2011 sudah dinyatakan tidak berlaku.
"Tentunya bertolak belakang dengan SK Sekretaris Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2024 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa persoalan ini. Dengan terbitnya Pergub 8 Tahun 2024, ada apa dengan Sekda DKI membentuk tim pemeriksa?” katanya.
Nanto menambahkan, yang lebih membuatnya bingung adalah dalam SK Kepala Satpol PP dirinya dinonaktifkan, sementara yang tertuang dalam SK Kasatpol PP 54/2024 dirinya langsung turun jadi staf dengan nilai TPP paling rendah.
“Sementara keputusan tim pemeriksa belum ada. Yang lebih aneh lagi SK Pj Gubernur dalam hal pengangkatan dalam jabatan bisa kalah dengan SK Kasatpol PP,” kata dia, Selasa (16/7/2024).
Menurut Nanto, dirinya ingin mengajukan gugatan ke PTUN karena merasa dirugikan atas keputusan Kasatpol PP DKI Jakarta. Namun, tak jadi dilakukannya karena akan membuat gaduh di Pemprov DKI Jakarta.
Pertimbangan lainnya adalah terkait kepemimpinan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang menurutnya bijaksana. Apalagi, masalah ini terjadi sebelum Heru Budi Hartono menjabat sebagai penjabat gubernur.
“Tapi masalah ini dikeluarkan saat ini, di mana beliau tidak tahu menahu, nggak baguslah ini saya bebankan ke Pak Pj, karena itu saya berharap pak Pj Gubernur DKI Jakarta mengevaluasi kebijakan yang keliru dan kesewenang-wenangan Kasatpol PP DKI Jakarta tersebut,” pungkas Nanto.
[Redaktur: Alpredo Gultom]