WahanaNews.co |
Puluhan pekerja pabrik PT Belitang Panen Raya (BPR), yang
berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan (Sumsel),
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh manajemen perusahaan
lantaran dituduh menurunkan kualitas beras.
Sahir Cahyono (28), salah satu pekerja yang
terkena PHK, mengatakan, semula ia mendapatkan perintah pimpinan untuk menaikkan
suhu mesin pengeringan beras yang ada di dalam pabrik.
Baca Juga:
6 Tersangka Korupsi Tambang Diserahkan Kejati Sumsel ke Kejari Lahat
Namun, setelah suhu dinaikkan, beras yang
dihasilkan ternyata dalam keadaan buruk, sehingga menimbulkan kualitas beras
yang jelek.
"Saya diminta untuk ganti rugi ke
perusahaan Rp 13 miliar. Padahal, itu perintah atasan untuk menaikan
suhu," kata Sahir, saat menggelar konferensi pers bersama para buruh yang
lain di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (14/6/2021).
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan di Palembang: 4 Pelaku di Bawah Umur
Disuruh Bayar Kerugian Perusahaan Rp 13 Miliar
Merasa tak bersalah, Sahir lantas menolak untuk
membayar kerugian tersebut.
Sehingga, manajemen perusahaan pun memintanya
untuk berhenti bekerja secara lisan.
"Surat pemberhentiannya tidak ada, hanya
lisan saja. Tetapi, saya sudah tidak kerja lagi sejak Juni 2020," ujarnya.
Selama bekerja, sejak tahun 2020, Sahir mengaku
dibayar di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten OKU Timur.
Gaji yang ia terima hanya sebesar Rp 3 juta per
bulan.
Padahal, UMK Kabupaten OKU Timur pada waktu itu
adalah Rp 3.114.928 per bulan.
Pekerja yang Masuk Serikat Buruh Diintimidasi
Menurut Sahir, intimidasi dari perusahaan mulai
timbul setelah mereka membentuk serikat pekerja bernama Federasi Serikat
Pekerja Pertanian dan Perkebunan (FSPP) di pabrik PT Belitang Panen Raya pada
30 Januari 2020.
Saat itu, banyak pekerja yang diminta untuk
keluar agar tak masuk dalam serikat pekerja.
Mereka yang menolak pun akan dimutasi hingga
dipecat oleh manajemen tanpa keterangan yang jelas.
"Saya waktu itu disodorkan surat oleh
manajemen agar menandatangani, isinya menyatakan diri saya keluar dari serikat
pekerja. Tetapi saya menolak, sehingga terus diintimidasi sampai akhirnya saya
di-PHK sepihak," ungkapnya.
Digaji di Bawah UMR, Tak Ada BPJS, Tak Ada Surat Kontrak
Hal yang sama diutarakan oleh Hendra Febrianto
(22), sejak bekerja pada 1 Maret 2018 sampai di PHK akhir tahun 2020 ia hanya
digaji sebesar Rp 1.950.000 tanpa memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
Saat bekerja, Hendra pun tak diberikan surat
kontrak sehingga tak memiliki status yang jelas.
"Saya juga di-PHK sepihak tanpa kejelasan,
itu karena saya menolak keluar dari serikat pekerja. Pada waktu itu kami
meminta kenaikan gaji," ungkapnya.
Kuasa Hukum: Pekerja Dipecat karena Masuk Serikat Buruh
Kuasa hukum para pekerja, Didi Epriadi, menjelaskan,
ada 100 pekerja di PT Belitang Panen Raya yang terkena PHK secara sepihak.
Namun, hanya 20 orang yang meminta pendampingan
kepada serikat buruh.
"Di sana ada 300 pekerja, tetapi yang
terkena PHK ada 100 orang dan 20 di antaranya kami dampingi. Mereka yang
dipecat ini gara-gara masuk ke serikat,"ungkapnya.
Diungkapkan Didi, mereka sempat mengadukan
kejadian tersebut ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans)
Provinsi Sumatera Selatan.
Hasilnya, Disnaker pun meminta kepada
perusahaan agar membayar gaji buruh yang dipecat secara penuh sesuai dengan
UMK.
Akan tetapi, hal itu tetap tak digubris oleh
pihak perusahaan.
"Kasus ini sudah sampai ke Pengadilan
Hukum industrial (PHI) dan dikeluarkan nota pertama yang mengharuskan
perusahaan membayar selisih gaji yang selama ini tidak dibayarkan sesuai UMK
yang mencapai Rp 6 miliar tapi sampai sekarang tidak ada jawaban,"
ungkapnya.
Disnakertrans: Mediasi Gagal, Kasus Dilimpahkan ke Polda Sumsel
Terpisah, Kepala Disnakertrans Sumsel, Koimudin,
ketika dikonfirmasi mengatakan jika kasus tersebut saat ini telah dilimpahke ke
Polda Sumsel karena telah memasuki ranah hukum pidana.
"Proses mediasi sudah dilakukan tetapi
tidak ketemu kesepemahaman di antara keduanya. Nota satu dan dua sudah
dilayangkan tidak diindahkan maka tahap berikutnya sesuai aturan 14 hari nota
terakhir diberikan maka kasus ini diserahkan ke Polda Sumsel," ujar
Koimudin kepada wartawan, melalui telepon.
Setelah kasus ini diambil alih Polda Sumsel,
pihak Disnakertrans pun akan menunggu hasil pemeriksaan dari penyidik.
"Kita serahkan kasus ini ke Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda Sumsel. Nantinya jika ada pelanggaran dan
mengarah ke tindak pidana maka yang bertanggungjawab adalah perusahaan,"
ujarnya.
Bantahan PT Belitang
Penasihat Hukum PT Belitang Panen Raya, Titis
Rachmawati, saat dikonfirmasi wartawan, membantah tuduhan yang dilayangkan oleh
pekerja.
Menurutnya, tuntutan mereka pun tak mendasar
kepada pihak perusahaan.
"Apa yang dituntutkan ke perusahaan sangat
tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Sejauh ini perusahaan
telah melakukan sesuai aturan yang berlaku, termasuk soal hak dalam pengupahan
buruh tersebut," jelasnya, dalam pesan singkat.
Selain itu, tentang indikasi pelanggaran hak
pendirian serikat pekerja di dalam perusahaan dibantah oleh Titis.
"Perusahaan selalu terbuka dengan serikat.
Soal larangan terhadap hak-hak buruh, tidak pernah perusahaan menghalangi
mereka melakukan hal tersebut," ungkapnya. [dhn]