Wahanaadvokat.com | Dua orang anak usia sekolah di Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan diduga memiliki kewarganegaraan ganda.
Hal itu ditemukan Petugas Kantor Imigrasi Kelas II Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Meulaboh, Aceh Barat.
Baca Juga:
Kapolri Dapat Gelar Panglima Gagah Pasukan Polis dari Kerajaan Malaysia
“Kasus ini sedang kami tangani,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh, Aceh Barat, Azhar, Jumat (25/3/2022).
Ia menjelaskan, terungkapnya kasus kewarganegaraan ganda tersebut setelah orangtua sang anak, melakukan pengurusan di Kantor Catatan Sipil di Kabupaten Aceh Selatan.
Padahal, kata Azhar, orangtua dua anak yang masih berusia sekolah tersebut berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI).
Baca Juga:
Pelaku Penyandera Bocah di Pospol Pejaten Mau Uang Tebusan dan Seorang Resedivis TPPO
Sedangkan dua orang anak tersebut, merupakan warga negara asing yakni warga negara Malaysia.
Azhar menjelaskan, berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan petugas di Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh, kedua anak yang tidak disebutkan identitasnya tersebut lahir di negara Malaysia.
Kemudian dua anak tersebut mendapatkan identitas dari Malaysia yakni dengan diterbitkannya paspor Malaysia, lalu kemudian mengikuti kedua orangtuanya pulang ke Indonesia yakni di Kabupaten Aceh Selatan.
Persoalan tersebut, kata Azhar, termasuk ke dalam asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Di dalam undang-undang tersebut disebutkan, anak berkewarganegaraan ganda adalah anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf l serta dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Anak dalam kategori berkewarganegaraan ganda ini diberikan ruang hukum atau kesempatan untuk memiliki dua kewarganegaraan secara bersamaan secara terbatas, yaitu hingga usia 18 tahun atau sebelum itu namun sudah kawin.
Pembatasan ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yang mengamanatkan Anak Berkewarganegaraan Ganda setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin untuk/harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Batas waktu yang diberikan untuk menyampaikan pernyataan untuk memilih kewarganegaraan tersebut, kata Azhar, untuk disampaikan dalam waktu paling lambat tiga tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin.
Hal itu merupakan implementasi atas penerapan Asas Kewarganegaraan Ganda (bipatride) sebagai pengecualian dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, yang bersifat terbatas.
Anak berkewarganegaraan ganda yang belum menentukan pilihan kewarganegaraan dan belum berusia 21 tahun, kata dia, dapat diberikan paspor biasa, yang masa berlakunya tidak melebihi batas usia anak tersebut untuk menyatakan memilih kewarganegaraannya, demikian Azhar. [tum]