Terkait hal itu, pada saatnya nanti, tim kuasa hukum pemohon akan
menghadirkan alat bukti.
Kedua, hingga permohonan praperadilan ini dibacakan di PN Medan, tim
kuasa hukum pemohon tidak pernah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan
(SPDP).
Baca Juga:
Kejagung Kawal 39 Proyek Strategis Nasional Senilai Rp 20 Triliun
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/PUU-XII/I/2015
tanggal 11 Januari 2017, penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP
kepada pemohon dalam waktu paling lambat 7 hari.
Namun, faktanya, hingga permohonan praperadilan ini dibacakan dalam
persidangan, Sabar Lampos Purba sama sekali tidak pernah menerima SPDP tersebut.
Ketiga, penetapan pemohon sebagai tersangka didasarkan pada dua Surat
Perintah Penyidikan (Sprindik), yakni yang dikeluarkan oleh Kajari Humbahas dan
Kajati Sumut (termohon).
Baca Juga:
Pulihkan Fasilitas Publik, Kementerian PU Respon Cepat Rehabilitasi Wisma MPR RI di Bandung
"Sprindik yang dikeluarkan oleh Kajari Humbahas sudah dibatalkan oleh
putusan praperadilan di PN Tarutung," kata tim kuasa hukum pemohon.
Kemudian, sesuai Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE-021/A/JA/09/2015
tanggal 2 September 2015, pada angka 2 huruf (a), dinyatakan bahwa terhadap
penetapan tersangka tidak diperlukan Sprindik baru, kecuali ditemukan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang selain yang telah dicantumkan
dalam Sprindik awal.
Namun, faktanya, dalam perkara ini, sangkaan pasal dugaan tindak pidana
korupsi sebagaimana disebut dalam Sprindik dari termohon (Kajati Sumut) tanggal
15 Oktober 2020, sama persis dengan Sprindik dari Kajari Humbahas tanggal 19
Februari 2020 yang sudah dibatalkan oleh putusan peraperadilan di PN Tarutung.