WahanaNews.co | Pertanian yang berlanjut untuk saat ini dan saat yang akan datang dan selamanya, bermanfaat bagi semua, dan tidak menimbulkan bencana, menjadi konsep yang diterapkan petani sawah Aek Pahu, Desa Napa, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, dalam mengelola lahan persawahannya.
Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Gria Upa Tondi ini berprinsip, menghindari degradasi kapasitas produksi dan penurunan kualitas lingkungan hidup, menjadi hal mutlak yang harus dilakukan, demi mewariskan lahan pertanian yang berharga bagi anak cucu.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
"Sistem pertanian organik telah kita mulai sejak tahun 2016," ungkap Ketua Kelompok Tani Gria Upa Tondi, Fahri Hasibuan (71), saat inidisambangi di areal persawahannya, Senin (5/6/2023).
Disebutkan, selain mewariskan lahan pertanian yang berharga bagi anak cucu, sistem pertanian yang holistik dan terpadu yang mereka terapkan, bertujuan untuk menghasilkan produksi gabah yang berkualitas dan higienis.
"Alhamdulillah, sampai saat ini, 16 petani yang tergabung dalam kelompok tani Gria Upa Tondi masih satu komitmen yakni, mengutamakan hasil panen yang berkualitas dan sehat," imbuh Fahri.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Menurut Fahri, konsistensi penerapan sistem pertanian organik pada kelompok tani yang dipimpinnya dalam kurun waktu 9 tahun belakangan, tidak terlepas dari kesadaran masing-masing petani untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumber daya alam.
Selain itu, kesediaan PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe, menjadi pendamping sekaligus fasilitator, faktor lainnya yang membuat para petani tidak bergeming ke sistem pertanian anorganik. Mewujudkan kebutuhan hidup saat ini tanpa mengurangi harapan generasi mendatang, sebaris puisi yang bergema nyaring menyambut suara air yang jatuh dari pancuran menimpa bebatuan.
"Prinsip itu yang selalu kami tanamkan. Apalagi, PTAR tidak pernah lelah memberikan dukungan dan pendampingan," tutur Fahri.
Pemenuhan kebutuhan bibit dan pupuk, Fahri menyebutkan tidak mengalami kendala. Setiap musim tanam, PTAR selalu menyediakan bibit unggul berkualitas. Untuk musim tanam tahun ini, kelompok tani Gria Upa Tondi menanam bibit padi jenis Cianjur dan Petik Wangi Susu, yang disubsidi PTAR.
Pengganti pupuk organik EM4, Fahri bersama petani lainnya mempermentasikan tape, gula pasir dan tempe, selama satu bulan. Kebutuhan pupuk kompos dilakukan dengan memakai campuran ampas pasar dan daun-daunan, termasuk kotoran ternak.
Untuk efektivitas budidaya, Fahri memastikan tidak ada masalah. PTAR yang selalu memberi support, telah membangun saluran irigasi, jalan usaha tani, serta memberikan bantuan alat mesin pertanian (alsintan).
Terkait produksi, Fahri mengakui jika hasil produksi sistem pertanian organik lebih rendah dari sistem pertanian anorganik. Namun jika dikonversi ke rupiah, hasil panen sistem pertanian organik akan lebih tinggi. Kondisi ini didapatkan dari harga beras organik yang lebih tinggi dari beras anorganik.
"Untuk saat ini harga beras organik mencapai Rp 23 ribu per kilogram. Sementara harga beras anorganik hanya pada kisaran Rp 10 ribu hinggi Rp 13 ribu per kilogram" imbuh Fahri.
Di penghujung wawancara, Fahri menyampaikan ucapan terima kasih kepada PTAR yang tidak pernah lelah memberikan pendampingan kepada kelompok tani yang ia pimpin. Tanpa PTAR, Fahri memastikan, kelompok tani Gria Upa Tondi akan tetap dengam sistem pertanian anorganik, yang menafikan pertanian berkelanjutan.
"Terima kasih PTAR," tukasnya.
Terpisah, Officer Small Medium Enterprise Community Development PTAR, Mirna Wati, menyebutkan jika pihaknya telah melakukan pendampingan budidaya pertanian organik kepada kelompok tani Gria Upa Tondi sejak tahun 2016.
"Kita mendampingi petani menerapkan teknik budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami, tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis," kata Mirna.
Selain memberikan pendapingan sambung Mirna, PTAR menjalin kerjasama dengan PPL, memberi pengarahan, pembinaan, dan penyuluhan tentang tehnik pertanian organik. Petani diedukasi tata cara pengolahan pupuk kompos, yang berasal dari kotoran hewan dan sampah pasar.
"Dalam waktu dekat, kita juga akan memfasilitasi kilang padi untuk pengolahan gabah produksi petani. Masih dalam proses, tim kita sudah ke Medan untuk survey mesin," ungkap Mirna.
Selain itu, sambung Mirna, PTAR telah menjalin kerjasama dengan kelompok Persada, pengelola Sopo Daganak, untuk pengemasan dan pemasaran hasil produksi budidaya padi organik petani.
"Beras organik ini nantinya akan dikemas dan dipasarkan oleh adik-adik yang tergabung dalam kelompok Persada," tutupnya.
[Redaktur : Alpredo]