WahanaNews.co | KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) mengungkapkan salah satu penyebab truk kontainer di Balikpapan.
KNKT menyebut bahwa truk mengalami rem blong karena menggunakan klakson telolet.
Baca Juga:
Kemenhub Keluarkan Surat Edaran Pelarangan Penggunaan Klakson Telolet
Kecelakaan fatal melibatkan truk dimensi panjang terjadi di Simpang Rapak, pada 21 Januari 2022 sekira pukul 06.15 WITA.
Dalam kecelakaan itu, truk kontainer mengalami rem blong dan menabrak para pengendara yang sedang berhenti untuk menunggu lampu merah.
Kecelakaan itu mengakibatkan 4 orang korban tewas dan sekitar 30 orang luka berat hingga ringan. Truk tronton itu sendiri dikendarai sopir bernama M Ali (47). Ia langsung diamankan sesaat setelah kejadian dan juga ditetapkan menjadi tersangka.
Baca Juga:
Gubernur Jatim Teken SE Terkait Penggunaan Kendaraan Listrik dan Kompor Induksi
Dijelaskan oleh Senior Investigator KNKT, Achmad Wildan, kecelakaan yang terjadi di Balikpapan dipastikan terjadi akibat kasus angin tekor, yang mengakibatkan rem truk tersebut tidak berfungsi.
Dari hasil investigasi, Wildan menjabarkan ada tiga temuan yang berhasil dikulik dari pengakuan sopir truk tersebut.
"(Kejadian truk kecelakaan) di Balikpapan akan saya sampaikan faktualnya. Pertama, pengemudi pada saat masuk turunan itu menggunakan gigi empat. Sekalipun (dia) ngomong sehabis itu dia masuk gigi tiga, saya tidak percaya. Karena saya kan pengemudi juga, saya asesor kompetensi pengemudi, jadi saya paham betapa sulitnya memindahkan gigi ketika di turunan dalam kondisi pedal kopling nggak bisa diinjak," buka Wildan di Purwakarta, Kamis (27/1/2022).
"Kemudian pengemudi menjelaskan, jarum rpm menunjuk angka 5, pedal rem keras. Oke, berarti di sini masalahnya angin tekor. Saya minta tim investigator ngecek, coba cek gap atau celah kampas dengan rem, ketemu, (ada gap) lebih dari 2 mm," lanjut Wildan.
Selain dua temuan tersebut, temuan lain tim KNKT adalah klakson telolet yang dipasang pada truk tersebut. Klakson telolet itu menggunakan angin dari tabung yang sama dengan tabung angin untuk kebutuhan rem.
Modifikasi klakson telolet tersebut sejatinya tidak dibenarkan, jika sumber udara pada klakson itu disatukan dengan sumber udara pada sistem pengereman.
Seharusnya klakson itu menggunakan tabung angin sendiri sehingga kebutuhan udara untuk sistem pengereman selalu terjaga.
"Apalagi temuannya? Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia boros (angin). Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (angin)," jelas Wildan.
"Jadi gini, celah rem, kampas dengan tromol sama klakson telolet, itu ketika beroperasi di jalan mendatar nggak masalah. Karena buang angin, nanti diisi lagi, kan ngegas terus. Tapi pada saat jalan turun, nggak akan punya kesempatan ngisi (angin). Hanya buang aja. Begitu buang tanpa ngisi, saya yakin dua tiga kali injekan, dua tiga kali nglakson selesai. Dia nggak bisa lagi nginjak pedal rem. Nah itulah kasus yang terjadi di Balikpapan. Jadi kasusnya adalah angin tekor," katanya lagi.
"Namun intinya adalah bahwa kita harus memberikan edukasi kepada pengemudi. Kalau di jalan menurun, jangan gunakan gigi tinggi, jangan ngerem pakai service brake karena akan ketemu tiga hal. Kalau kondisi kendaraan bagus semua akan ketemu brake fading. Kalau ketemu gap kampas dan remnya renggang, ketemu angin tekor. Kalau misalkan remnya ada kandungan air, akan ketemu vapor lock. Tiga-tiganya (bikin) rem blong," jelasnya. [bay]