WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pertemuan antara Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan dan Ephorus HKBP Pendeta Dr Victor Tinambunan kembali berlangsung beberapa waktu lalu, dengan pembahasan utama mengenai kekompakan masyarakat Batak serta masa depan mereka yang terdampak kebijakan terkait PT Toba Pulp Lestari (TPL).
“Kekompakan halak hita itu sangat penting dalam menghadapi persoalan bangsa dan negara,” kata Luhut ketika membuka percakapan dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga:
Bansos Berbasis AI: Luhut Bilang Bisa Hemat Uang Negara hingga Rp500 Triliun
Luhut menjelaskan bahwa kekompakan menjadi kekuatan yang mampu memindahkan gunung persoalan dan sebaliknya ketidakkekompakan dapat memperbesar masalah kecil yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Dalam pembahasan mengenai nasib keluarga yang bergantung pada penghasilan dari TPL Luhut kembali mengangkat pertanyaan yang sering ia sampaikan yakni kemungkinan pemberian dua hektare lahan per keluarga sebagai solusi hidup yang adil serta bermartabat.
“Lahan itu bisa diberikan dengan status SHM, tidak boleh diperjualbelikan tetapi dapat diwariskan kepada keturunan,” ujar Luhut yang menyebut bahwa hal itu sangat dimungkinkan.
Baca Juga:
Bali Destinasi Pariwisata Utama RI Disorot Luhut: Kelebihan Turis-Sampah Membludak
Ia menambahkan bahwa pendampingan profesional dan adanya pesangon dari TPL akan menjadikan lahan tersebut benar-benar menjadi sumber penghidupan baru bagi para keluarga terdampak.
Luhut menggambarkan pembagian peruntukan lahan 160.000 hektare yang meliputi kawasan hutan lindung untuk pemulihan sungai dan pencegahan bencana, tanah ulayat bagi masyarakat adat, serta sebagian lahan bagi mereka yang selama ini bergantung pada TPL.
Menurutnya skema tersebut dapat menjaga kelestarian alam, memulihkan hak-hak masyarakat adat, dan memberikan kesempatan bagi para pekerja yang kehilangan mata pencaharian untuk membangun kehidupan baru.
Luhut menyatakan bahwa ia sendiri tidak meminta bagian apa pun dari rencana lahan tersebut karena ia merencanakan masa pensiun di luar Tapanuli dan menegaskan kecintaannya kepada Bonapasogit tidak berkurang meski tidak memiliki tanah di sana.
“Saya menyampaikan ini sebagai bentuk keprihatinan dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari masyarakat di Tano Batak,” tulis Ephorus HKBP Victor Tinambunan melalui akun media sosialnya, saat menyoroti operasional TPL.
Ia menyebut bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengenal pemilik dan pimpinan utama TPL meskipun perusahaan itu telah puluhan tahun beroperasi di tanah leluhur masyarakat Batak.
Menurut Ephorus absennya hubungan sosial dasar antara perusahaan dan masyarakat merupakan kegagalan struktural dalam etika bisnis serta bentuk pengabaian terhadap nilai adat hidup bersama.
Ephorus kemudian menyoroti laporan publik mengenai keuntungan triliunan rupiah yang diperoleh TPL yang dinilai tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Ia menyebut bahwa akumulasi ketimpangan itu menjadi cermin relasi eksploitatif yang berlangsung lama dan dirasakan oleh warga di kawasan Danau Toba.
“Fakta paling menyakitkan adalah krisis sosial dan ekologis seperti rusaknya alam, banjir bandang, longsor, dan hilangnya lahan pertanian produktif,” ujar Ephorus yang menggambarkan situasi ini sebagai luka panjang dalam kehidupan masyarakat.
Ia menekankan bahwa persoalan tersebut bukan insiden terpisah melainkan rangkaian konflik struktural yang belum pernah diselesaikan secara bermartabat.
“Tutup operasional perusahaan TPL sesegera mungkin,” desak Ephorus yang menyebut keputusannya bukan emosional tetapi langkah pencegahan krisis yang lebih parah dalam jangka panjang.
Ephorus juga meminta agar seluruh karyawan TPL yang berhenti bekerja diberikan pesangon besar untuk modal usaha serta mendoakan agar para pemilik perusahaan mendapatkan keberkahan dalam menjalankan bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
TPL yang merupakan produsen pulp milik Sukanto Tanoto ini sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama dan sempat ditutup akibat desakan masyarakat sebelum kembali beroperasi di era Megawati dengan pabrik berlokasi di Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]