WAHANANEWS.CO, Pasuruan - Para peternak sapi perah melakukan aksi protes dengan membuang susu segar yang mereka hasilkan.
Dewan Persusuan Nasional (DPN) mencatat bahwa sekitar 200 ton susu segar terbuang setiap hari akibat aksi ini.
Baca Juga:
Kementan dan UGM Berkolaborasi Tingkatkan Produksi Susu Nasional
Ketua DPN, Teguh Boediyana, menjelaskan bahwa aksi tersebut dipicu oleh kebijakan industri pengolah susu yang mengurangi penyerapan susu segar dari peternak.
"Industri pengolahan yang tidak menyerap susu segar dari peternak terjadi karena tidak adanya regulasi yang melindungi usaha peternakan sapi perah rakyat dan memastikan pasar untuk susu segar yang dihasilkan," ujar Teguh dalam pernyataan resminya, dikutip Minggu (10/11/2024).
Teguh mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan peraturan presiden atau instruksi presiden guna melindungi peternak sapi perah.
Baca Juga:
Makan Tiramisu Mengandung Susu, Wanita Ini Tewas Gegara Alergi
Peraturan ini diharapkan dapat menggantikan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 mengenai Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yang dicabut pada awal 1998 mengikuti kesepakatan Letter of Intent antara pemerintah RI dan IMF.
Selain itu, DPN meminta pemerintah mengembalikan kebijakan rasio impor susu yang dikaitkan dengan penyerapan susu segar, seperti kebijakan bukti serap (BUSEP) yang pernah diterapkan sebelum era reformasi.
Teguh juga menyarankan agar pemerintah membentuk badan persusuan nasional yang fokus pada program swasembada susu segar untuk mendukung program makan bergizi gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo.
"Kami mendesak pemerintah untuk segera bertindak tegas terhadap industri pengolah susu agar mereka kembali menyerap produksi susu segar dari peternak lokal, sehingga kasus pembuangan susu seperti yang terjadi saat ini tidak terulang," tambahnya.
Mengutip DetikJatim, aksi buang susu segar dilakukan oleh peternak sapi perah di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, karena industri pengolahan susu mengurangi penyerapan susu dari peternak lokal, sementara impor susu sapi semakin marak.
Sebelum ada pembatasan, pengiriman susu per hari bisa mencapai 100 hingga 200 ton. Namun saat ini, penyerapan hanya sekitar 40 ton.
Sementara itu, aksi protes juga dilakukan peternak dan pengepul susu sapi di Boyolali akibat pembatasan kuota oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) telah melaporkan situasi yang dialami para peternak di Boyolali kepada pemerintah pusat.
"Tadi malam, saya sudah melaporkan kondisi ini kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), serta beberapa direktur terkait. Kami juga berkoordinasi dengan Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali untuk menangani masalah ini," kata Plt Kepala Dinas PKH Jateng, Ignasius Haryanta Nugraha, Sabtu (9/11/2024).
Haryanta juga sempat berdialog dengan para peternak yang mengeluhkan penurunan penyerapan susu oleh industri.
Ia mengonfirmasi bahwa Menteri Pertanian sudah mengetahui permasalahan ini dan berencana mengadakan rapat pada Senin (11/11/2024), melibatkan asosiasi IPS serta dinas terkait dari wilayah penghasil susu utama.
"Rapat tersebut bertujuan mendapatkan klarifikasi langsung dari IPS mengenai alasan pembatasan kuota penyerapan susu dari para pengepul di Jawa Tengah dan provinsi lainnya. Kami akan menunggu keputusan lebih lanjut dari Menteri Pertanian pada hari Senin," ujarnya.
Ketika ditanya apakah pembatasan kuota ini terkait dengan impor susu, Haryanta menjelaskan bahwa hal tersebut akan dipastikan dalam rapat koordinasi dengan Menteri Pertanian dan asosiasi IPS.
"Kami akan melakukan pengecekan pada perusahaan-perusahaan yang mengimpor bahan baku susu," katanya.
Mengenai kebijakan impor, Haryanta menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target dalam lima tahun ke depan untuk mengurangi impor susu. Sebagai gantinya, pemerintah akan mengimpor 1 juta ekor sapi perah guna meningkatkan produksi lokal.
"Program ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan 80 persen pasokan susu yang belum terpenuhi oleh peternak lokal. Diharapkan dalam lima tahun, Indonesia dapat mencapai swasembada susu," tambahnya.
Saat ini, produksi susu lokal hanya memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan nasional, sementara sisanya sebanyak 80 persen masih harus diimpor.
Di sisi lain, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Lusia Dyah Suciati, menyatakan bahwa pada Senin (11/11/2024), pihaknya juga akan mengadakan pertemuan dengan BUMN bidang pangan di Kantor Disnakan Boyolali, yang dihadiri oleh pengepul susu setempat.
"Kami akan mempertemukan perwakilan pengepul dengan BUMN bidang pangan. Semoga pertemuan ini dapat menemukan solusi terkait kelebihan susu yang dikeluhkan oleh para pengepul dan peternak," ungkap Lusia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]