WahanaNews.co | Ratusan warga Besipae, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), tinggal di dalam hutan setelah Pemerintah Provinsi NTT membongkar rumah mereka.
Menurut catatan, total ada 132 warga yang di antaranya merupakan anak-anak dan lanjut usia (lansia) yang kehilangan tempat tinggal akibat pembongkaran rumah tersebut.
Baca Juga:
Beredar Kabar, Pemprov NTT Tidak Buka Formasi PPPK Tahun 2022
"Jumlah rumah (yang dibongkar) 19 unit, jumlah kepala keluarga (KK) 23, jumlah penduduk 86 orang (dewasa dan lansia), anak-anak 46 orang," kata Daud Selan, salah seorang warga Pubabu kepada CNNIndonesia, Sabtu (22/10).
Daud menuturkan aktivitas pembongkaran rumah warga itu dilakukan pada Kamis (20/10). Ia mengatakan pemerintah membawa unsur Satpol PP hingga Brimob.
Ia mengungkapkan warga yang kehilangan rumah kini bingung harus tinggal di mana. Daud mengatakan warga yang terdampak akhirnya memilih berlindung di bawah pohon.
Baca Juga:
Diduga untuk Jalan Ternak Sapi, Pemprov NTT Bongkar 19 Rumah Besipae
"(Masyarakat) lagi tinggal di bawah pohon, hujan juga mandi hujan. Bayi, balita dan lansia semua diguyur hujan, terus mau tinggal di mana," kata dia.
Daud mengatakan warga yang "mengungsi" ke dalam hutan memerlukan terpal untuk tempat bernaung. Apalagi, saat ini sudah masuk musim hujan.
Dia mengungkapkan, dari 19 rumah yang dibongkar, 12 di antaranya pernah dibangun Pemprov NTT untuk masyarakat sebagai kompensasi atas penggusuran yang terjadi pada 2020. Sementara tujuh rumah lainnya adalah yang dibangun sendiri oleh masyarakat setempat.
"Jadi mereka (Pemprov NTT) bangun (rumah), kasih masyarakat, lalu mereka sendiri yang datang bongkar kembali," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT Alex Lumba mengatakan lahan seluas 3.780 hektare di kawasan Besipae tersebut akan dimanfaatkan untuk program pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, posisi pemerintah selalu salah.
"Pemerintah dalam kaitan dengan program pemberdayaan masyarakat di lokasi itu selalu salah," kata Alex dalam keterangannya.
Alex pun mengklaim sempat terjadi penganiayaan terhadap Kepala Instalasi Peternakan Provinsi NTT yang dilakukan sekelompok orang saat eksavator hendak melakukan pekerjaan jalan.
Adapun persoalan lahan antara masyarakat di Besipae dan Pemerintah Provinsi NTT telah berlangsung sejak 2020.
Pemprov mengklaim memiliki lahan seluas 3.780 hektare di kawasan Besipae. Masyarakat yang mendiami kawasan tersebut sejak lama menolak klaim pemerintah.[zbr]