WahanaNews.co | Salah satu penyebabi sulitnya penangkapan terhadap tersangka pelaku pencabulan santriwati di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, MSAT, dikarenakan dikenal memiliki keahlian dalam ilmu metafakta.
Namun dalam dunia psikologi, ilmu tersebut ternyata tidak dikenal dan hanya diketahui sebagai metode sugesti atau yang oleh masyarakat umum biasa dikenal dengan istilah ilmu gendam untuk memperdayai korban.
Baca Juga:
Majelis Hakim Tolak Keberatan atau Ekspesi Terdakwa Kasus Pencabulan Bechi
Hingga beberapa tahun berlalu, polisi baik dari Polres Jombang maupun Polda Jawa Timur tak kunjung bisa menangkap putra KH Muhammad Mukhtar Mukthi, pengasuh Pondok Pesantren Sidiqiyah di Ploso Jombang yang menjadi tersangka dalam kasus pencabulan sejumlah santriwatinya.
Berdasarkan pengaduan yang diterima jumlah korbannya sebenarnya cukup banyak namun sampai kini/ yang berani melapor hanya beberapa orang saja.
Hal tersebut bisa dimaklumi, karena umumnya para korban takut dengan MSAT dan ayahnya yang dikenal memiliki pengaruh kuat. Hal itu terbukti, meski sudah berstatus tersangka dan DPO hingga saat ini, polisi dari Polres Jombang hingga Polda Jawa Timur, tak bisa menyentuhnya.
Baca Juga:
Jerat Pelaku Kejahatan Seksual, Komnas HAM Desak Polri Terapkan UU TPKS
Selain itu, di kalangan pengikutnya, MSAT juga dikenal memiliki keahlian dalam bidang ilmu metafakta. Namun siapa sangka, dalam dunia psikologi, ilmu tersebut ternyata tidak dikenal.
Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Darul Ulum Jombang, Denok Wigati menyebut ilmu metafakta yang dimaksud adalah ilmu sugesti atau yang oleh masyarakat umum biasa dikenal dengan ilmu gendam.
“Dengan ilmu itulah tersangka memperdaya orang lain. Seperti memperdaya pengikutnya atau korban agar mau menuruti kemauanya,” ujar Denok, Rabu (6/7/2022).
Dengan ilmu gendam atau yang disebut oleh tersangka sebagai metafakta ini, korban diharuskan menghilangkan daya kognisi atau akal pikirannya agar mau dicabuli atau yang oleh tersangka biasa disebut dengan istilah pikirannya di-nol-kan.
Setiap ada korban yang menolak yang akan dicabuli, tersangka akan marah dengan menyebut korban masih menggunakan akal pikirannya.
“Tindakan sugesti atau gendam seperti ini sangat memungkinkan dilakukan oleh tersangka dengan memanfaatkan posisinya yang lebih tinggi. Yaitu sebagai anak kiyai yang harus dipatuhi sementara korban sebagai santriwati yang harus tawadlu’ atau mematuhi,” bebernya.
Dalam posisi ini, akal pikiran korban menjadi mudah direndahkan sehingga bisa diperintah untuk menuruti apa saja yang diinginkan tersangka.
“Terhadap pengguna ilmu gendam atau ilmu metafakta ini sebenarnya masih bisa dilawan jika korban tetap memposisikan dirinya tersadar atau kognitifnya kuat atau mempertahankan kesadaran akal pikirannya,” pungkasnya. [rsy]