"Ini kelompok yang membiarkan dan tidak perlu dipermasalahkan, tidak perlu, dibenahi, tidak perlu dikembalikan jalan yang benar," ungkapnya.
Prof Nur Syam menilai, apa yang dilakukan pria yang menendang sesajen di lereng Semeru itu ada pada aspek pertama.
Baca Juga:
Dampak Erupsi Gunung Lewotobi, Bandara Bali Batalkan 90 Penerbangan Dalam Sehari
"Menganggap segala bentuk kemusyrikan harus dienyahkan. Ini saya rasa sedang terjadi. Di Indonesia sedang ada upaya-upaya semacam ini. Ada upaya untuk harus menihilkan terhadap semua hal yang berbeda dengan keyakinannya," urainya.
Sedangkan pihaknya lebih memilih aspek masyarakat yang moderat. Moderat itu memberikan peluang bagi mereka-mereka yang bukan sesuai dengan keyakinannya. Secara pelan-pelan, tentu saja ada upaya untuk melakukan perubahan-perubahan.
"Biasanya dilakukan perubahan secara internal. Karena perubahan dilakukan dari luar, tentu tidak akan sampai dan justru akan menimbulkan disharmoni," ujarnya.
Baca Juga:
Bupati Sleman Terima "Uba Rampe" dari Utusan Raja Keraton
Dia menjelaskan tradisi lokal di Indonesia masih banyak. Misalnya di Jawa ada Tradisi Nyebrang yang dilakukan di sumur, hingga Tradisi Manganan di kuburan.
Menurutnya, aspek moderat biasanya mengubah tradisi ini secara pelan-pelan. Namun tidak dihilangkan sama sekali wadahnya. Tetapi isinya, substansinya ditambahkan dengan nilai-nilai keislaman.
"Ini yang sekarang banyak terjadi. Selama ini tradisi lokal menjadi tradisi Islam lokal. Menurut saya yang Islam moderat pasti tidak akan melakukan tindakan merusak keyakinan semacam ini, tidak juga membatalkan, dimusyrikkan, pasti tidak," jelas Nur.