WahanaNews.co | Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera
membangun kembali rumah-rumah warga yang rusak akibat gempa berkekuatan
Magnitudo 6,2 yang mengguncang Kabupaten Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, 15
Januari 2021 lalu.
Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan ITB, Prof Iswandi Imran, mengungkapkan bahwa pembangunan
kembali rumah warga maupun fasilitas umum itu harus diperhitungkan dengan
detail dan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkini.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi di PT Pembangunan Perumahan, KPK Sita Uang dan Deposito Rp62 Miliar
Sebab, kata dia, berdasarkan SNI 2012/2019, Majene masuk zona gempa tinggi.
Sedangkan pada SNI 2002 lalu, Majene masih masuk zona gempa rendah.
Dia pun menjabarkan alasannya.
"Kapasitas bangunan eksisting, khususnya yang didesain dengan SNI 2002 sebelumnya, jauh lebih
rendah dibandingkan dengan demand SNI
2012/2019. Seismic detailing yang
terpasang kemungkinan besar tidak memadai untuk zona gempa tinggi, yang
khususnya diperuntukkan untuk mengantisipasi the unexpected," kata Iswandi Imran, saat
menghadiri Focus Group Discussion
(FGD) virtual dengan tema "Gempa Bumi Sulawesi Barat", Senin (1/2/2021).
Baca Juga:
Persiapan Pembangunan Kampus Terpadu Universitas Muhanmadiyah Sumatera Utara
Oleh karena itu, persyaratan seismic detailing zona gempa tinggi
lebih besar dibandingkan yang berlaku pada zona gempa rendah.
Berdasarkan kerusakan yang terjadi,
Iswandi menyarankan seluruh rumah dan fasilitas yang terdampak gempa di Sulbar
untuk dievaluasi dan retrofit.
Menurutnya, hal tersebut harus
dilakukan sebagai upaya mitigasi bencana, yakni untuk mengurangi risiko atau kerugian materil maupun korban jiwa.
Dia pun membeberkan strategi jangka panjang untuk mitigasi risiko pada
bangunan eksisting.
"Untuk penggunaan jangka panjang,
seluruh bangunan di wilayah terdampak, termasuk yang rusak ringan, seharusnya di-assess atau dievaluasi serta diretrofit agar dapat menahan kejadian
gempa besar yang mungkin terjadi," ujarnya.
Untuk itu, Iswandi menyarankan, perlu
disusun peta kerentanan atau risiko bangunan (khususnya bangunan
hunian) di wilayah Sulbar.
"Perancangan bangunan baru harus
dilakukan secara konsisten dengan mengacu pada SNI Gempa dan SNI Detailing terkini," ujarnya.
Iswandi juga membeberkan strategi
pemanfaatan bangunan penting untuk kebutuhan emergency response (jangka pendek).
Yang pertama, yakni perlu disepakati level hazard gempa yang relevan yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi bangunan-bangunan penting eksisting
(direncanakan berdasarkan SNI 2002) yang diperlukan dalam masa tanggap darurat.
Selain itu, perlu disusun peta
kerentanan atau risiko bangunan, khususnya bangunan hunian di wilayah Sulbar.
"Perancangan bangunan baru agar
dilakukan secara konsisten dengan mengacu pada SNI gempa dan SNI detailing terkini. Hal ini
penting, mengingat bangunan-bangunan tersebut kemungkinan belum diberi seismic detailing yang memadai untuk
zona gempa tinggi," tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala
Pelaksana BPBD Sulbar, Darno Majid, menyebutkan, ada 15.522 unit rumah
yang rusak di Mamuju dan Majene.
Kerusakan paling banyak di Kabupaten
Mamuju, yakni 2.054 rumah rusak berat, 5.526 rumah rusak ringan, dan 3.843
rusak sedang.
"Di Kabupaten Majene sendiri,
1.782 rumah rusak berat, 1.140 rusak sedang, dan 1.177 rusak ringan. Data ini
kami himpun per 28 Januari 2021," kata Darno. [dhn]