WahanaNews.co, Karawang - Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Karawang kembali membongkar jaringan pengedar tembakau sintetisyang belakangan marak beredar di kalangan remaja dan pekerja industri. Kasus ini terungkap setelah petugas melakukan penyelidikan tertutup selama dua minggu dan berhasil menangkap seorang pelaku utama berinisial RA (24) di kawasan Karawang Barat.
Penangkapan dilakukan pada Senin dini hari, 29 September 2025, sekitar pukul 01.00 WIB di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Karangpawitan. Dari tangan pelaku, polisi menyita 22 paket kecil tembakau sintetis siap edar, satu timbangan digital, serta telepon genggam berisi bukti transaksi daring.
Baca Juga:
Tumbang di Pileg, Vicky Prasetyo Dilaporkan Ke Polres Karawang Kasus Penipuan
Kasat Narkoba Polres Karawang, AKP R. Fadillah, mengatakan penangkapan ini merupakan hasil pengembangan dari laporan masyarakat yang resah karena banyak remaja terindikasi mengonsumsi “tembakau aroma stroberi” yang ternyata bercampur bahan kimia berbahaya.
“Awalnya kami dapat laporan dari warga yang curiga ada transaksi mencurigakan lewat media sosial. Setelah penyelidikan, kami dapati pelaku sudah enam bulan beroperasi secara online,” ujarnya saat konferensi pers di Mapolres Karawang, Selasa (7/10/2025).
Menurut penyelidikan, RA menjual barang haram tersebut menggunakan akun media sosial anonim dengan nama samaran “HerbXx”, dan melakukan transaksi melalui pesan langsung (DM) serta pembayaran digital anonim. Pengiriman dilakukan menggunakan layanan ekspedisi umum dengan sistem “drop order”, sehingga sulit dilacak.
Baca Juga:
Polisi Tangkap Pelaku Pembacokan di Unsika Karawang
“Pelaku ini cukup cerdas. Dia menulis deskripsi barang dengan istilah ‘herbal relax’ agar tidak mencurigakan. Tapi setelah diuji laboratorium, ternyata kandungan bahan aktifnya sama dengan jenis sintetis yang pernah beredar di Bandung dan Bekasi,” terang AKP Fadillah.
Yang mengejutkan, hasil pemeriksaan ponsel pelaku menunjukkan sebagian pelanggan bukan hanya mahasiswa, tapi juga pekerja pabrik di kawasan industri KIIC dan Surya Cipta. Mereka membeli dalam jumlah kecil, rata-rata 1–2 gram per minggu, dengan alasan untuk “menghilangkan stres kerja”.
“Motif konsumennya unik, banyak dari mereka menganggap ini bukan narkotika karena bentuknya mirip tembakau biasa. Padahal efeknya jauh lebih berbahaya, bisa menimbulkan halusinasi berat dan gangguan saraf,” tambahnya.
Polisi kini sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan pemasok utama dari luar Karawang, yang diduga berasal dari wilayah Bandung Raya. Barang yang diedarkan RA diketahui dikirim melalui paket berisi “aroma terapi herbal” untuk mengelabui petugas ekspedisi.
Dari hasil uji laboratorium Balai Besar POM Bandung, tembakau tersebut mengandung senyawa AB-FUBINACA, bahan aktif sintetis yang dikategorikan sebagai narkotika golongan I berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2021.
“Efek zat ini sangat kuat. Dalam dosis kecil saja bisa menyebabkan jantung berdebar, gangguan orientasi, bahkan kejang-kejang,” jelas AKBP Dede Rusmana, Kepala Bidang Pengujian Narkotika BBPOM Bandung saat dihubungi via telepon, Selasa sore.
Kapolres Karawang, AKBP Wirdhanto Hadicaksono, menegaskan pihaknya tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga edukasi ke sekolah dan kawasan industri.
“Kami akan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan perusahaan untuk melakukan penyuluhan langsung. Tujuannya agar masyarakat tahu bahwa tembakau sintetis itu bukan ‘herbal santai’, tapi narkotika berbahaya,” tegasnya.
Saat ini, pelaku RA ditahan di Mapolres Karawang dan dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasus ini menjadi peringatan baru bagi aparat penegak hukum dan masyarakat Karawang. Fenomena tembakau sintetis sering kali menembus pengawasan karena tampilannya menyerupai produk legal dan diperjualbelikan lewat platform digital.
Menurut data BNN Jawa Barat, sepanjang tahun 2025 sudah ada 17 kasus serupa yang melibatkan pelaku muda berusia 18–30 tahun, sebagian besar terhubung lewat grup media sosial tertutup.
[Redaktur: JP Sianturi]