WAHANANEWS.CO, Bandung – Viral rekaman video di media sosial, yang memperlihatkan pedagang mie babi di Jalan Cibadak, Kota Bandung tengah sibuk melayani pemesanan viral di media sosial.
Pedagang itu diklaim mampu menghabiskan 200 mangkuk mie babi dalam sehari saking lakunya.
Baca Juga:
Kronologi Lengkap Pengeroyokan Mata Elang di Kalibata hingga Tewas
Namun, sejumlah warganet dan influencer halal lifestyle Dian Widayanti menyoroti penggunaan atribut peci dan hijab yang dikenakan oleh pedagang. Selain itu, pedagang tidak mencantumkan non halal.
"Jujur aku gak paham, penjual yang menggunakan atribut muslim, pakai peci berhijab tapi jualan babi. Ini nih babi yang dijual di wilayah Cibadak Bandung," ujar Dian dikutip dari laman instagramnya, Minggu(14/12/2025), melansir Republika.co.id.
Ia mengaku memperoleh informasi jika banyak makanan non halal di wilayah Cibadak. Termasuk di gerobak pedagang yang menjual mie babi tidak mencantumkan non halal. "Produk non halal memang tidak wajib memiliki sertifikat halal. Tapi wajib mencantumkan keterangan non halal dan itu diatur dalam undang-undang," kata Dian.
Baca Juga:
Bandung Mantapkan Diri Jadi Kota Wisata Ramah Muslim, Farhan Dorong UMKM Perkuat Sertifikasi Halal
Meski begitu, ia mengaku sudah mengecek di google review gerobak pedagang yang menjual mie babi mencantumkan non halal. Namun, jika konsumen tengah di lokasi dan tidak mengecek google review maka tidak mengetahui jika mie non halal.
Ia menyarankan masyarakat yang hendak mencari makanan untuk mencari yang jelas alias halal dan lebih baik memiliki sertifikat halal. Selain itu, mengecek google review.
Pemerintah Kota Bandung melakukan edukasi dan teguran kepada pedagang kuliner mi di kawasan Cibadak yang viral di media sosial karena menggunakan bahan nonhalal tanpa penanda jelas, sebagai langkah melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan masyarakat (12/12/2025).
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung menindaklanjuti informasi tersebut melalui tim edukasi serta tim cegah dan deteksi dini dengan menelusuri kebenaran konten yang beredar.
Petugas mendatangi kediaman pedagang karena yang bersangkutan sudah tidak berjualan saat pemeriksaan dilakukan.
Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung Idris Kuswandi menyampaikan tim melakukan wawancara sekaligus edukasi terkait kewajiban keterbukaan informasi kepada konsumen.
“Yang bersangkutan mengakui menggunakan minyak B2 sebagai salah satu bahan pengolahan makanan dan hal itu dituangkan dalam surat pernyataan,” ujar Idris.
Pedagang tersebut menyatakan kesediaan memasang penanda jelas bahwa produk yang dijual mengandung unsur nonhalal agar konsumen dapat menentukan pilihan sesuai keyakinan.
Langkah tersebut dinilai penting karena mayoritas masyarakat Kota Bandung tidak mengonsumsi makanan nonhalal.
Satuan Polisi Pamong Praja juga mengingatkan pedagang agar tidak menggunakan atribut, tampilan, atau informasi yang menimbulkan persepsi seolah produk aman atau halal bagi semua konsumen.
Idris menegaskan pihaknya memberikan teguran lisan dan akan melakukan pengawasan berkala untuk memastikan komitmen tersebut dijalankan.
“Kami akan tetap melakukan kontrol, komunikasi, dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Idris.
Ia mengimbau warga Kota Bandung dan pendatang agar lebih cermat memilih makanan, tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga kesesuaian dengan keyakinan.
Sikap terbuka dan jujur pelaku usaha kuliner dinilai menjadi kunci perlindungan konsumen sekaligus menjaga kepercayaan publik.
“Penanda bisa dipasang di gerobak, etalase, atau media lain yang mudah dilihat agar konsumen mengetahui sejak awal,” tutur Idris.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung memastikan turut melakukan pengecekan dan pemantauan lanjutan di lapangan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gin Gin Ginanjar menyatakan Bidang Keamanan Pangan telah memonitor lokasi dan akan memastikan pelabelan nonhalal segera dipasang.
“Kami sudah cek. Pemasangan label nonhalal akan segera kami lakukan,” ujar Gin Gin.
[Redaktur: Alpredo Gultom]