c. Menargetkan demografi spesifik per wilayah
Mis. di kota industri, fokus ke isu lapangan kerja & UMKM; di daerah agraris, pitch ke subsidi pupuk/irigasi. Konten iklan dan pesan influencer disesuaikan menurut kebutuhan lokal. Ini membuat “relokasi” bukan sekadar memindahkan tim, tapi juga mengubah bahasa kampanye
sesuai wilayah.
Baca Juga:
Negara Gempar, Kandidat Presiden Kolombia Ditembak di Kepala Saat Kampanye
d. Operasi last-mile GOTV
H-7 hingga H-1, tim menumpuk relawan di TPS dan kecamatan swing untuk memastikan pemilih yang sudah “dipanaskan” digital datang memilih — koordinasi lewat grup WA, hotline,
dan kendaraan jemput di hari pemungutan.
Contoh praktik nyata di Jawa Barat (ringkasan temuan)
Baca Juga:
Australia-Bali Perkuat Kerja Sama Lewat Kampanye Etika Wisata
- Pasangan unggulan memanfaatkan kombinasi: talenta digital untuk produksi konten + influencer lokal + iklan tersegmentasi. (dilaporkan dan dianalisis di sejumlah media dan
studi).
- Penelitian dan artikel akademik terkait pilkada/pemilu menyebut peran signifikan media sosial dan generasi Z dalam mendorong hasil kampanye bila pesan berhasil ‘go viral’.
Risiko & tantangan
- Risiko disinformasi & polarisasi
Media sosial juga mempermudah penyebaran hoaks yang bisa menyerang integritas calon atau
menimbulkan konflik lokal; studi internasional/Indonesia menegaskan ancaman informasi keliru
selama pemilu. Tim harus membangun rapid fact-checking dan jaga etika agar kampanye tidak
terjerumus ke black-ops digital.