WahanaNews.co | Belakangan, muncul kabar yang
mengatakan bahwa tsunami yang melumpuhkan Aceh di tahun 2004 adalah sebuah
konspirasi.
Dilansir
Intisari Grid, Minggu (21/3/2021),
teori ini sebenarnya sudah muncul sejak dua tahun lalu dan meluas di Internet.
Baca Juga:
Gempa M 5,0 Guncang Pangandaran, Getarannya Sampai ke Jawa Tengah
Pencetus
teori konspirasi tersebut adalah Jerry D Grey. Dia menuliskan dengan judulProject Seal dan menyebarkan di internet.
Informasi
ini kemudian diunggah oleh akun instagram @knowledgethatyouneed
pada 10 Maret 2021.
Dalam Project Seal dikatakan bahwa tsunami di
Aceh 2004 merupakan rekayasa senjata thermonuklir negara adidaya untuk tujuan
tertentu.
Baca Juga:
BMKG Ungkap Penyebab Gempa Bumi Berkekutan M6,0 Guncang Bengkulu
Menanggapi
kabar viral yang mengatakan Tsunami Aceh di tahun 2004 sebagai bagian dari
konspirasi, ahli gempa Daryono mengungkap 7 faktanya.
Daryono, yang
juga mejabat sebagai Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG,
meluruskan adanya beberapa bukti ilmiah sangat kuat bahwa Tsunami Aceh memang
dipicu oleh gempa tektonik, bukan dipicu oleh ledakan nuklir seperti isu yang
beredar.
Berikut
7 fakta gempa Aceh 2004:
1. Data Rekaman Getaran
Data
rekaman getaran tanah dalam seismogram menunjukkan adanya rekaman gelombang
badan (body) berupa gelombang P (Pressure) yang tercatat tiba lebih awal
dibandingkan gelombang S (Shear) yang
datang berikutnya, yang selanjutnya diikuti oleh gelombang permukaan (surface).
"Munculnya
fase-fase gelombang body ini menjadi
bukti kuat bahwa gempa dan tsunami Aceh dipicu oleh aktivitas tektonik, bukan
ledakan nuklir," kata Daryono, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.
2. Arti Munculnya Gelombang S
Munculnya
gelombang S (Shear) yang kuat pada
seismogram menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi di Samudra Hindia sebelah
barat Aceh adalah proses pergeseran (shearing)
yang terjadi secara tiba-tiba pada kerak bumi akibat terjadinya patahan batuan
dalam proses gempa tektonik, bukan akibat ledakan nuklir.
3. Deformasi Dasar Laut
Deformasi
dasar laut di Samudra Hindia sebelah barat Aceh pada 26 Desember 2004 adalah
gempa tektonik yang dibuktikan dengan adanya variasi bentuk awal gelombang P
berupa gerakan kompresi (naik) dan dilatasi (turun) pada seismogram yang
tercatat di stasiun-stasiun seismik BMKG.
"Jika
sumbernya ledakan nuklir, maka semua catatan seismogram di berbagai stasiun
seismik diawali dengan gerakan naik (kompresi) pada gelombang P tersebut,"
jelas dia.
4. Gempa Tektonik Tidak Mendadak
Gempa
tektonik yang memicu Tsunami Aceh 2004 tidak terjadi dengan tiba-tiba,
melainkan melalui proses terjadinya gempa pembuka (foreshocks) yang sudah muncul sejak tahun 2002, saat terjadi Gempa
Simeulue 7,0 pada 2 November 2002.
Dikatakan
Daryono, sejak itu terjadi serangkaian gempa kecil yang terus menerus terjadi
yang merupakan gempa pendahuluan hingga puncaknya terjadi gempa berkekuatan 9,2
pada 26 Desember 2004, pukul 08.58.53 WIB.
Fenomena
gempa pendahuluan (foreshocks) yang
sudah terjadi sejak 2 tahun sebelumnya merupakan bukti kuat bahwa Gempa Aceh
2004 tidak dipicu ledakan nuklir, tetapi gempa tektonik dengan tipe: gempa
pendahuluan (foreshocks) - gempa
utama (mainshock) - gempa susulan (aftershocks).
5. Jalur Rekahan
Gempa
Aceh 2004 membentuk jalur rekahan (rupture)
di sepanjang zona subduksi (line source)
dari sebelah barat Aceh di selatan hingga Kepulauan Andaman-Nicobar di utara
sepanjang sekitar 1500 km.
Ini
adalah bukti bahwa rekahan gempa tektonik terjadi di segmen Megathrust Aceh-Andaman.
Rekahan
panjang yang terbentuk di sepanjang jalur subduksi lempeng ini adalah bukti
bahwa deformasi dasar laut yang terjadi bukan disebabkan oleh ledakan nuklir.
"Karena
jika ledakan nuklir maka deformasi yang terbentuk secara terpusat di satu titik
(point source) dan tidak berupa jalur
(line source)," terangnya.
6. Banyak Gempa Susulan
Bukti
bahwa guncangan dahsyat di Aceh 2004 dipicu oleh gempa tektonik adalah
munculnya serangkaian gempa susulan yang sangat banyak di sepanjang jalur Megathrust Andaman-Nicobar pasca gempa
utama.
Jika
tsunami dipicu ledakan nuklir, maka tidak ada rekaman gempa susulan yang sangat banyak yang
terjadi hingga lebih dari setahun kemudian.
"Jika
tsunami dipicu oleh ledakan nuklir, maka tidak akan ada rekaman gempa susulan
tersebut hingga periode yang sangat lama," ungkapnya.
7. Perubahan Data Magnitudo Hal Biasa
Mengenai
adanya perubahan data magnitudo dan posisi episentrum gempa Aceh 2004 adalah
hal biasa dalam analisis penentuan parameter gempa.
"Perubahan
parameter gempa terjadi karena adanya pemutakhiran data akibat bertambahnya
data seismik yang masuk dan digunakan untuk dianalisis oleh petugas di lembaga monitoring
gempa," ujar Daryono.
Makin
banyak data gempa yang digunakan maka hasil parameter gempa makin stabil dan
akurat hingga diperoleh hasil final.
Demikian
juga adanya perubahan episenter Gempa Aceh 2006, disebabkan oleh adanya proses
rekahan pada sumbar gempa yang bertahap dan terjadi dalam kawasan yang
memanjang dari barat Aceh hingga Kepulauan Andaman dan Nicobar di India. [qnt]