WahanaNews.co | Viral, seorang pria tua dengan tangan diborgol tergolek lemah, dan sedang dalam perawatan di Rumah Sakit.
Konten ini diunggah akun facebook Pardomuan Samosir, dengan keterangan bahwa ayahnya mendapat siksaan dari oknum aparat di Riau, dan saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit Bengkalis.
Baca Juga:
Kasus Judi Online Slot, Polri Sita Uang Rp70 Miliar Libatkan WNA China
Dikatakannya dalam postingan tersebut, ayahnya dituduhkan dugaan melakukan perkebunan tanpa seizin menteri dan salah satu perusahaan.
Pardomuan Samosir pun minta keadilan pada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Komnas HAM untuk membuktikan bahwa Sila ke-5 Pancasila masih berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Begini lah hidup BAPAK SAYA INI pada saat ini yang lagi sakit di RM SAKIT UMUM BENGKALIS merasakan siksa an dan hukuman dari oknum aparat Di RIAU Yang menyataka kan di Duga melakukan perkebunan Tanpa se izin Mentri & IZIN dari PT ARA RABADI untuk bapak BAPAK JOKOWIDODO SELAKU PRESIDEN INDONESIA & BAPAK KOMNAS HAM DI PUSAT MOHON BERIKAN KEADLAN NYA ATAU BUKTI (SILA KE LIMA 5) NKRI," kata Pardomuan Samosir, dikutip akun facebook, Rabu (11/5/2022).
Baca Juga:
Polres Serang Tangkap Dua Pengedar Sabu di Tangerang Selatan dan Jakarta Selatan
Postingan tersebut mengundang banyak komentar warganet.
Salah satunya dari Albert Simanjuntak, begini komentarnya;
"Ironis memang penegakan hukum thd mslh pidana kehutanan di Negri ini,khususnya jika terjadi kpd masyarakat kecil.
Bgm mungkin ‘unsur dengan sengaja’ yg dilakukan masyarakat pd saat membuka hutan utk membuat kebun bisa dilakukan dgn diam2 dgn jumlah berhektar dpt lolos dari pengawasan instansi kehutanan atau pihak pemegang konsesi?.
Artinya fungsi pengawasan tdk berjalan! Dan bisa jadi pemegang konsesi itu sendiri sengaja tdk pernah melakukan penataan batas areal konsesi yg diberikan kepadanya, atau tdk melaksanakan printah UU atau printah /kewajiban dlm izin yg berkaitan dgn ganti rugi kpd pihak ketiga yg masuk atau berada di dlm areal konsesinya sblm izin terbit!
Perlakuan aparat dgn memborgol tangan pasien yg sedang sakit adalah bentuk bahwa sesungguhnya aparat penegak hukum masih berada didalam intervensi para pengusaha2 biadab dan patutlah jika sampai skrng masyarakat msh melihat bahwa hukum hanya tumpul keatas tp tajam kebawah!
Banyak Daftar Pencarian Orang (DPO) dari kalangan pengusaha hutan yg saat ini tdk diungkap/ditangkap dari grup2 perusahaan besar atas dugaan pidana kehutanan, yg diketahui bahwa pelaku2 tsb sebahagian msh berada di Indonesia dan msh tetap eksis mengurus kegiatan perusahaanya.
Tapi ybs tidak ditangkap dgn modus mengganti identitasnya. Bahkan thd tanaman kehidupan dan tanaman unggulan yg seharusnya menjadi kewajiban pemegang izin sebesar 20% dari luas izin yg diberikan, sejauh ini tdk tahu bgm realisasinya oleh pemegang izin ???
Dgn diberlakukannya kembali pasal 50 ayat (3) huruf e UU No 41/1999 ttg kehutanan melalui UU ciptaker ttg kehutanan, tentunya menjadi alat bg pemerintah utk menjerat siapa saja, khususnya masyarakat atau kelompok2 yg diketahui melakukan kegiatan perkebunan di dlm kawasan hutan!
Artinya masyarakat dipaksa utk wajib tahu dan hrs menerima konsekuensi hukum jika berada dan berkegiatan di dlm kawasan hutan!!
Kita sendiri sj bingung dan heran, sejak kapan kawasan hutan ditetapkan dan memiliki kekuatan hukum yg mengikat ???
Apakah hukum dpt berlaku surut ???
Dan bgm dgn peran penyelenggara (kehutanan) dlm melaksanakan tugas dan fungsinya utk mempertahankan fungsi kawasan hutan disaat jauh sblm UU kehutanan diberlakukan ? Dan bgm dgn keterlanjuran masyarakat yg berada di dlm kawasan hutan jauh sblm UU kehutanan diberlakukan?"
Demikian ditulis Albert Simanjuntak dalam tulisannya di kolom komentar. [qnt]