WAHANANEWS.CO, Dairi - Siapa sangka hubungan gelap seorang oknum kepala desa bisa berubah menjadi skandal hukum ketika permintaan aborsi dan tuduhan saling memfitnah mencuat ke permukaan, membuat publik geleng kepala melihat drama yang menyeret jabatan publik ke ranah pidana dan moral.
MYI (40) menceritakan kepada wartawan pada Kamis (9/10/2025) bahwa dirinya diminta oleh oknum kepala desa berinisial JP (52) di Kabupaten Dairi untuk menggugurkan kandungan hasil hubungan gelap mereka setelah dinyatakan positif hamil pada pemeriksaan di sebuah rumah sakit di Tanah Karo dengan usia kandungan tujuh minggu.
Baca Juga:
Digerebek Saat Main Serong, Kades dan Selingkuhan Malah Peras Suami Sendiri
Ia menjelaskan awalnya merasa sakit, mual, dan nyeri perut lalu menghubungi JP dan melakukan tes kehamilan yang hasilnya menunjukkan dirinya hamil sebelum keduanya sepakat memastikan kondisi tersebut ke fasilitas medis.
Menurut MYI, setelah dokter memastikan kehamilan, JP langsung meminta agar kandungan itu segera digugurkan dan mereka mulai mencari dokter yang bersedia melakukan aborsi hingga ke wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.
“Pas kami di jalan, ditanya ‘Dek, anak abang itu, Dek? Kalau anak abang, kita buanglah, ya.’ Lalu saya bilang, ‘Apanya maksud Abang, anak siapa itu?’ Seolah saya ada main dengan yang lain,” ungkapnya mengulang percakapan yang memicu pertengkaran di antara mereka.
Baca Juga:
Istri Sah Bongkar Bukti, Dugaan Selingkuh Polisi dan Selebgram Iris Wullur Viral
MYI menegaskan dirinya hanya mau ditangani oleh dokter dan bukan bidan hingga akhirnya mereka menemukan sebuah klinik di daerah Perbaungan yang bersedia melakukan tindakan tersebut dengan syarat keduanya mengaku sebagai pasangan suami istri.
Ia mengaku kepada perawat di klinik itu bahwa JP adalah suaminya dan menyebut alasan ingin menggugurkan kandungan karena faktor usia dan masih memiliki anak kecil hingga dokter percaya dan menyetujui permintaan aborsi.
Sebelum tindakan, MYI meminta uang biaya aborsi kepada JP karena total biaya yang disampaikan pihak klinik mencapai sekitar Rp5 juta sementara dirinya hanya memiliki Rp3 juta dan tidak ingin berutang kepada pihak klinik.
JP disebut MYI sempat mengaku tidak memiliki uang dan akhirnya meminta uang kepada istrinya lalu mentransfer dana kepada teman MYI yang ikut ke lokasi untuk diambil secara tunai di mesin ATM karena pihak klinik tidak menerima pembayaran melalui transfer.
Setelah uang diambil dan proses aborsi selesai, mereka kembali pulang ke Kabupaten Dairi namun MYI mengaku mulai kecewa karena JP tidak segera mengganti uangnya dan justru bersikap dingin serta dinilai pelit.
Menurut MYI, JP hanya memberi janji akan mengganti uang namun kenyataannya tidak ada sepeser pun yang dikembalikan hingga dirinya semakin marah ketika JP justru memfitnahnya telah berhubungan dengan pria lain.
MYI menyebut dirinya merasa dilecehkan secara martabat karena difitnah dan dikucilkan hingga akhirnya memutuskan melapor ke Polda Sumut melalui pengaduan masyarakat bersama kuasa hukumnya dan menyatakan siap diproses hukum karena turut melakukan aborsi.
Ia mengakui telah menjalani hubungan asmara dengan JP selama tiga tahun meski keduanya sama-sama sudah berkeluarga dan mengungkap rumah tangganya sendiri sudah tidak harmonis selama satu dekade bahkan telah pisah rumah.
Menanggapi laporan tersebut, pihak JP melalui kuasa hukumnya membantah telah menyuruh melakukan aborsi dan menyatakan tidak pernah ada perintah apa pun karena kliennya hanya mengantar tanpa mengetahui niat MYI.
“Klien saya menyebutkan bahwa tidak pernah ada permintaan atau suruhan untuk melakukan aborsi itu, itu tidak pernah ada,” ujar tim hukum JP membantah keras keterlibatan aktif JP dalam pengguguran kandungan tersebut.
Pihak kuasa hukum menyebut bahwa mengantar tidak berarti menyuruh dan menilai tindakan itu hanya bentuk bantuan teman tanpa memahami bahwa tujuan MYI ke klinik adalah melakukan aborsi karena tidak ada bukti JP mengetahui niat tersebut.
Mereka meminta pihak MYI menempuh jalur hukum resmi dan tidak menggiring isu di ruang publik karena negara memiliki mekanisme pembuktian yang jelas agar fakta hukum bisa diuji secara terang benderang tanpa spekulasi.
“Negara kita ini kan negara hukum, ditempuh saja jalur hukum agar ini diproses dan terang benderang, orang pun tidak bertanya-tanya lagi, klien kami pun juga mendapat kepastian,” tegas tim hukum sambil meminta jabatan JP tidak dikaitkan karena hal itu dianggap urusan pribadi.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]