Secara terpisah, Danpos Panga Letda Inf Yopi Prasetyo mengatakan pihaknya sering memberikan pemahaman kepada masyarakat di sekitar pos mengenai bahaya menyimpan senjata api, amunisi ataupun bahan peledak baik itu milik sendiri ataupun temuan sisa konfrontasi.
“Kami selalu memberikan edukasi kepada warga untuk selalu menjaga keamanan di rumah dengan tidak menyimpan senjata api, amunisi ataupun bahan peledak yang dapat membahayakan nyawa keluarga dan orang lain,” ujarnya.
Baca Juga:
Tambang Emas Ilegal Libatkan WNA di Kalbar, Polisi Sebut Rugikan Negara Rp1 Triliun
Fransiskus Sumen mengatakan setelah dirinya menemukan mortir tersebut, lalu dia langsung melaporkan temuannya itu kepada Pos Panga dan langsung menyerahkannya kepada danpos.
“Kami sering diberitahu oleh personel Pos Satgas Pamtas untuk menyerahkan senjata api, amunisi ataupun bahan peledak yang kami miliki di rumah demi keamanan keluarga, ini adalah salah satu wujud komitmen kami dengan satgas pamtas," ujarnya pula.
Melansir p2k.um-surabaya.ac.id, latar belakangan terbentuknya Paraku-PGRS terkait dengan peristiwa konfrontasi sela Indonesia dengan Malaysia dari tahun 1963 hingga 1966. Pemerintah Indonesia menolak pembentukan Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris.
Baca Juga:
Nasabah Tikam Debt Collector di Sambas Gegara Pelaku Emosi Istrinya Diminta Korban
Wilayah Kalimantan Utara yang juga yaitu koloni Inggris, seperti halnya Semenanjung Malaya, dimasukkan ke dalam teritori Federasi Malaysia oleh para penggagasnya tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan seluruh rakyat Kalimantan Utara.
Penolakan warga, khususnya warga Tionghoa, didasari kecemasan akan benarnya dominasi warga Melayu Semenanjung Malaya terhadap rakyat Kalimantan Utara.
Saat Dwikora, Presiden Soekarno memerintahkan sukarelawan dan militer untuk menggagalkan negara boneka bentukan Inggris di Serawak.