ChatGPT memang cerdas tetapi bukan berarti sempurna. Selaiknya mesin, kemungkinan salah memahami konteks sangat besar sehingga berpotensi menghasilkan output yang tidak benar.
“ChatGPT dilatih dengan data, dan jika data tersebut bias, mesin juga akan bias. Lagipula jadi tidak ada pemikiran asli dari siswa misal dalam pengerjaan esai, bahkan nantinya esai yang dihasilkan cenderung plagiat,” tambah Riri.
Baca Juga:
OpenAI Rilis GPT-4o Gratis: AI Terbaru dengan Performa Cepat dan Humanis
Senada dengan Guru besar UI bidang Kecerdasan Buatan (AI) dan Robotika, Wisnu Jatmiko. Cara kerja ChatGPT adalah mengambil berbagai data di jejaring internet.
Sehingga teks yang dihasilkan mirip atau identik dengan konten-konten berhak cipta yang sudah ada.
Bila ini dijadikan bahan esai secara utuh, tentu berpotensi ke etika hak cipta.
Baca Juga:
3 Pekerjaan Paling Kebal AI, Diungkap Pendiri Microsoft
“Singkatnya penggunaan ChatGPT menimbulkan masalah hukum dan etika terkait hak cipta, privasi, penyalahgunaan, bias, dan transparansi. Penting bagi pengguna untuk menyadari masalah ini dan mengambil langkah-langkah untuk menguranginya,” katanya dalam kesempatan sama.
Dosen UI Fuad Gani berpendapat sama. Penggunaan ChatGPT memberikan banyak manfaat termasuk peningkatan keterlibatan mahasiswa dalam perkuliahan, kolaborasi, dan keluasan aksesibilitas alternatif sumber pelajaran.
Namun, di sisi lain memunculkan berbagai tantangan dan kekhawatiran, terutama terkait kejujuran, integritas, akademik, dan plagiarisme.