WahanaNews.co | Ada 6.000 orang warga usia wajib belajar di Kabupaten Jayapura, Papua, ditemukan putus sekolah.
Ribuan anak-anak tersebut mulai dari jenjang SD dan SMP tidak sekolah karena tidak ada biaya, sehingga butuh perhatian dari semua pihak terutama dari pemerintah untuk segera ditanggulangi.
Baca Juga:
Bertemu Nadiem, Putri Ariani Cerita Soal Pendidikan
“Dari data Menteri PMK yang di terima Bappeda ada sekitar 6.000 orang warga usia wajib belajar di wilayah Kabupaten Jayapura mulai dari tingkat SD hingga SMP putus sekolah. Kami dapat surat resmi terkait data angka putus sekolah ini, namun temuan ini kami akan tindaklanjuti bersama Dinas Pendidikan dengan mengambil data dan melakukan validasi Disdukcapil apakah benar ada 6000 lebih putus sekolah,” ujar Kepala Bappeda Kabupaten Jayapura Parson Horota di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, untuk melihat data itu lebih tepat maka sebaiknya Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura turun kemasyarakatan mengambil data itu dengan melakuka validasi sehingga bisa dilakukan penanganannya oleh pemerintah, karena data yang dikirimkan oleh Kementerian PMK itu lengkap dengan alamatnya.
“Jadi tinggal teman-teman di dinas terkait melakukan validasi, jangan sampai sudah pindah tempat tinggal, tapi datanya masih di Kabupaten Jayapura, siapa tau dengan adanya pemekaran warga usia putus sekolah itu sudah ikut pindah,” jelasnya.
Baca Juga:
3 Persoalan Rekrutmen Guru Honorer, Begini Solusi Menteri Nadiem
Menurut dia, warga usia putus sekolah itu tersebar merata pasa 19 Distrik Kabupaten Jayapura.
Oleh karena itu, Dinas Pendidikan diminta untuk melakukan pendataan ulang ke kampung-kampung dan Distrik-distrik supaya data-data yang diambil ini bisa dilaporkan kembali ke Kementerian PMK.
Parson menyebutkan, jika sudah dilakukan pendataan maka akan bisa diketahui penyebab atau faktor apa yang menyebabkan warga usia sekolah ini putus sekolah apakah karena tidak memiliki biaya melanjutkan pendidikan maupun karena tingkat kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya juga kurang meski punya biaya, atau sarana pendidikan yang jauh.
“Dengan kita lakukan validasi bisa diketahui kenapa mereka putus sekolah apakah karena biaya tidak ada, apakah sarana pendidikan tidak ada atau akses pendidikan yang jauh, guru tersedia atau tidak, apakah gedung sekolah di kampung itu. Ini sangat perlu kita ketahui dalam mengatasi putus sekolah tersebut,” ungkap Parson.
Selain itu kata dia, juga karena akses pemukiman masyarakat yang jauh dari sekolah khususnya yang berada pada wilayah terpencil, sehingga menyulitkan siswa bersekolah.
"Kemudian karena faktor biaya sekolah yang mahal, sehingga orang tua tidak menyekolahkan. Kalau masalah biaya sekolah ya bisa saja pemerintah bebaskan SPP, bebaskan biaya masuk sekolah. Kalau data kita sudah ambil bukan berarti menyudutkan pemerintah tetapi kita dituntut untuk lebih berpikir menyelesaikan masalah itu,” ujarnya.
Dikatakan Parson, tingginya angka putus sekolah tersebut menjadi beban dan tantangan bagi pemerintah di Kabupaten Jayapura untuk menanggulanginya agar siswa putus sekolah dapat kembali melanjutkan pendidikan.
“Ini jadi permasalahan bagi kita semua karena jika dibiarkan akan menjadi beban daerah dalam rangka meningkatkan pendidikan untuk memajukan pembangunan di bidang pendidikan,” katanya.
Oleh karena itu Parson mengatakan, pada tahun Dinas Pendidikan harus segera melakukan pendataan untuk menekan angka putus sekolah di Kabupaten Jayapura.
[Redaktur: Zahara Sitio]