WAHANANEWS.CO, Jakarta – Saat ini banyak pihak yang gencar menyuarakan kampanye literasi digital di samping pesatnya kemajuan teknologi. Salah satu ironi yang ada dalam ranah digital sekarang adalah judi online (judol).
Fenomena ini menjadi sorotan penelitian mahasiswa IPB University yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Mereka menemukan kenyataan mencolok bahwa pendidikan tinggi dan literasi digital belum cukup melindungi anak muda dari godaan judol.
Baca Juga:
Mahapeka Geruduk Mapolres Sibolga, Desak Ungkap Dugaan Malpraktek di RS Metta Medika
"Fenomena ini bukan lagi sekadar persoalan moral, tetapi cermin dari paradoks digital yang menimpa Gen Z, kelompok yang lahir dan tumbuh di era konektivitas tanpa batas," kata Zyahwa Aprilia, perwakilan tim dikutip dari laman IPB, Minggu (19/10/2025).
Tekanan Ekonomi dan Gaya Hidup Digital
Dalam riset ini, tim IPB mewawancarai sejumlah responden laki-laki berusia 22-27 tahun. Tim mendapat data bahwa mereka mayoritas adalah lulusan sarjana.
Baca Juga:
IPPM-YDM Nabire Resmikan Anggota Baru, Gelar Pembubaran Panitia dan Seminar Organisasi
Adapun pendapatan mereka berkisar antara Rp2 juta hingga Rp5 juta per bulan. Dengan gaji demikian, mereka dituntut hidup di perkotaan yang secara ekonomi punya tekanan lebih tinggi.
"Sebagian responden menyatakan bahwa judol menjadi 'jalan pintas' untuk memenuhi gaya hidup digital. Bukan semata karena keinginan berjudi, tetapi karena keinginan untuk bertahan di lingkungan yang serba cepat dan kompetitif," ungkap Zyahwa.
Zyahwa melihat hasil penelitiannya menunjukkan masih adanya kontradiksi. Di satu sisi pelaku judol paham risikonya tapi di sisi lain tekanan sosial dan ekonomi menjadikan mereka berani bertaruh.