Bagus memandang SPI merupakan bentuk nyata praktik komersialisasi pendidikan yang membuat jurang ketimpangan terhadap akses pendidikan semakin melebar.
Apalagi, dengan nominal SPI yang tidak proporsional, sehingga menyebabkan munculnya stigma hanya mahasiswa menengah ke atas yang dapat mengakses pendidikan tinggi melalui jalur mandiri.
Baca Juga:
Jika Terbukti Bersalah, BEM Unud Minta Rektor “Dimiskinkan”
Selain itu, implementasi SPI di Unud juga memiliki banyak kejanggalan, di mana dalam Permendikbud 25 Tahun 2020 Pasal 10 menyebutkan secara jelas bahwa PTN dilarang menggunakan iuran pengembangan institusi sebagai pungutan yang menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan mahasiswa.
"Namun, dalam praktiknya di Universitas Udayana justru nominal SPI ditentukan sebelum ujian seleksi atau pengumuman kelulusan. Sehingga hal ini otomatis menekan mahasiswa secara psikis seakan-akan menganggap SPI adalah hal wajib, dan akan menentukan indikator kelulusan mereka dalam seleksi jalur mandiri," terangnya.
Bagus mengatakan dengan ditetapkannya tiga tersangka kasus penyalahgunaan dana SPI Udayana oleh Kejati Bali, BEM Unud berharap hal tersebut dapat menjadi momentum refleksi serta menyadarkan berbagai pihak untuk tegas menolak komersialisasi pendidikan. [Tio/Detik]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.