Di luar itu, limbah lain yang dihasilkan adalah sisa makanan serta limbah B3 seperti batu baterai, lampu, dan rongsokan alat elektronik yang jumlahnya tidak sampai melebihi lima persen.
“Secara prinsip, untuk limbah organik dan anorganik, Unpad sudah mengelola dan mengolahnya secara mandiri,” ujarnya dilansir dari laman Unpad, Sabtu (9/9/2023).
Teguh mengatakan, ada beberapa proses pengolahan sampah yang dilakukan di TPS3R Unpad. Untuk limbah organik, khususnya dari serasah, diolah dengan metode aerob dan anaerob.
Pada proses aerob, serasah difermentasi dengan cara ditumpuk (dumping). Sebagian serasah yang sudah dilakukan proses aerob diambil untuk diolah ke proses anaerob.
Pada proses ini, serasah dikombinasikan dengan sistem bokashi, atau memasukkan unsur tambahan sebagai nutrisi dari limbah organik yang akan difermentasi.
“Unsur tambahan yang diberikan berasal dari kotoran hewan sapi dan ayam dari kandang penelitian di kampus Unpad, dicampur lalu difermentasi kurang lebih dua bulan. Setelah itu dia di-mixer dan disaring untuk dipilih mana yang halus dan kasar untuk kemudian dikemas dan menjadi pupuk organik,” jelas Teguh.
Pupuk organik ini selanjutnya dimanfaatkan mahasiswa untuk proses pemupukan di laboratorium ataupun pemupukan taman-taman di kawasan kampus Jatinangor.
Baca Juga:
Dua Mahasiswa Unpad Bandung Tewas Tersambar Petir Saat Berkemah
Teguh mengakui, saat ini produksi pupuk masih terbatas sehingga stoknya masih terbatas untuk penggunaan di dalam kampus.
“Pernah kita over produksi, lalu kemudian ditawarkan ke pedagang bunga di sekitar Jatinangor. Mereka bilang kualitas pupuknya baik,” ucap Teguh.
Karena terbatas, tidak semua limbah serasah masuk ke TPS3R. Limbah yang tidak masuk kemudian “dibuang” ke beberapa wilayah kampus, khususnya di area hijauan.
Teguh memastikan aktivitas ini bukan dalam rangka membuang sampah sembarangan, tetapi merupakan bagian dari proses fermentasi aerob.
“Kita buang di sana supaya proses aerobnya berjalan di sana,” jelas Teguh.
Untuk limbah sisa makanan, sebagian besar diambil sebagai pakan maggot yang dikelola oleh mahasiswa Unpad. Sisanya menjadi campuran pada proses bokashi.
Sementara limbah anorganik berupa plastik sebelumnya juga masuk ke TPS3R untuk dicacah. Hasil cacahan plastik tersebut dikumpulkan dan pernah dibeli oleh pengusaha pelet plastik untuk menjadi bahan produk plastik baru.
Seiring berjalannya waktu, kata Teguh, banyak warga Unpad, terutama petugas kebersihan yang mengerti bahwa beberapa limbah plastik memiliki nilai ekonomi.
“Banyak dari mereka yang jadi pengepul botol plastik, sehingga limbah bernilai yang datang ke TPS3R Unpad saat ini nyaris tidak ada,” katanya.
Untuk limbah B3, Unpad tidak memiliki izin untuk melakukan pengolahan. Karena itu, Unpad menjalin mitra dengan perusahaan pengolah limbah B3 yang tesertifikasi.
“Limbah B3 kita buang dengan menggunakan jasa pihak ketiga,” jelas Teguh.
Olahan Limbah Cair Selain limbah padat, Unpad juga menghasilkan limbah cair. Limbah cair ini terbagi menjadi dua, yaitu limbah hasil operasional kampus serta limbah laboratorium.
Limbah operasional dari aktivitas kampus, perkantoran, dan asrama yang keluar melalui septic tank selanjutnya masuk ke biofliter.
Baca Juga:
Unpad Dorong Dodol dan Wajit Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional
Air yang tidak masuk ke biofilter kemudian keluar dan langsung meresap ke tanah. Sementara kotoran endapannya disedot untuk selanjutnya diolah oleh jasa pihak ketiga.
Sementara limbah cair laboratorium masuk ke instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Teguh menjelaskan, kampus Unpad Jatinangor memiliki lima IPAL untuk menampung limbah laboratorium.
Buangan air dari lima IPAL tersebut kemudian masuk dan diolah ke IPAL terakhir di Ekoriparian Leuwi Padjadjaran sebelum akhir keluar ke danau arboretum.
“Pada intinya, tidak ada limbah yang keluar. Unpad hampir menerapkan closed system untuk pengelolaan limbah. Yang dibuang keluar hanya limbah B3 dan endapan kotoran limbah cair karena Unapd bekum memiliki izin untuk mengolah limbah. Kita kerja sama dengan pihak ketiga yang tesertifikasi untuk mengangkutnya,” beber Teguh.
Tantangan Meski lebih dari dua dekade proses pengelolaan limbah ini berjalan, Teguh merasa bahwa persoalan sampah harus terus diselesaikan.
Pendekatan penyelesaian ke sumber harus diperkuat. Beragam kebijakan mengurangi sampah sudah dilakukan.