Namun demikian, kondisi berbeda justru terlihat di Maluku dan Papua, yang mengalami peningkatan baik dari segi jumlah maupun persentase penduduk miskin.
“Nah, kecuali di Maluku dan Papua yang persentase dan jumlah kemiskinannya mengalami peningkatan,” kata Ateng.
Baca Juga:
Survei Indikator: Dedi Mulyadi Paling Puaskan Warga, Andra Soni Paling Rendah
Ketimpangan juga terlihat dari data kemiskinan antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Pada Maret 2025, angka kemiskinan di kota tercatat sebesar 6,73 persen, sementara di desa mencapai 11,03 persen.
Meskipun desa mencatat tingkat kemiskinan lebih tinggi, tren menunjukkan adanya perbaikan. Tingkat kemiskinan pedesaan turun sebesar 0,31 persen poin, sementara di kota justru naik 0,07 persen poin dalam periode yang sama.
BPS juga mencatat perbedaan mencolok dalam indeks kedalaman (P1) dan keparahan kemiskinan (P2). Di kota, indeks P1 meningkat, menandakan bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin menjauh dari garis kemiskinan.
Baca Juga:
Ribuan Pemudik Padati Pelabuhan Bakauheni Saat Arus Balik H+6 Lebaran 2025
Sebaliknya, di desa justru mengalami perbaikan, dengan P1 yang menurun. Tren serupa terjadi pada indeks P2, di mana perkotaan menghadapi tantangan distribusi kesejahteraan yang lebih berat.
"Nah, yang menariknya, jika kita lihat berdasarkan wilayahnya, indeks kedalaman kemiskinan pada Maret 2025 di perkotaan mengalami peningkatan," pungkas Ateng.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa tantangan dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia kini semakin bergeser: dari sekadar mengurangi jumlah, menjadi memastikan pemerataan dan kedalaman kesejahteraan di setiap daerah.