Ini artinya BUJT masih menanggung kerugian sebesar 25 persen dari total modal yang sudah diinvestasikan senilai Rp 668 triliun. Sedangkan target equity payback 27 tahun operasi rata-rata BUJT.
Artinya, retained earning positif BUJT baru akan terjadi setelah 27 tahun beroperasi, bahkan ada yang diprediksi tidak akan kembali modal hingga konsesi berakhir. Menurut ATI, tingginya biaya konstruksi yang melonjak 16 persen per tahun dalam 10 tahun terakhir, termasuk tambahan 15 persen biaya fiskal dan 15 persen cost of funding, dikombinasikan dengan kegagalan pemenuhan asumsi trafik awal, adalah penyebab BUJT merugi.
Baca Juga:
Prabowo Siapkan Stimulus Ekonomi: Diskon Transportasi hingga BSU Kembali Bergulir
Diskon Tarif vs Insentif Pajak Triliunan
Oleh karena itu, ATI setuju untuk memberikan diskon tarif maksimal 20 persen dengan catatan kewenangan tetap di masing-masing BUJT, namun sebagai imbalannya Pemerintah melakukan intervensi fiskal radikal.
Intervensi itu berupa:
Baca Juga:
90 Persen Pelanggan PLN Kabupaten Sumedang dan Majalengka Akan Nikmati Stimulus Diskon Tarif Listrik 50 persen
A. Insentif PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan)
ATI mengusulkan penghapusan atau pengurangan PBB-P2 berdasarkan usia operasi tol, 0-10 tahun operasi 0 persen PBB-P2, dan 10-20 tahun operasi dikenakan 50 persen PBB-P2.
Kemendagri menanggapi positif dan berpotensi menerbitkan Surat Edaran (SE) untuk Pemda terkait pembebasan/pengurangan PBB-P2.