Namun, Wilan juga memberikan catatan penting mengenai batasan kewenangan BPJT "Tapi intervensi fiskal bukan kewenangan kami juga sih," imbuhnya.
Hal ini menggarisbawahi bahwa solusi intervensi fiskal seperti pemberian subsidi atau penjaminan risiko, berada di ranah kementerian keuangan atau komite kebijakan lainnya, bukan sepenuhnya wewenang BPJT sebagai regulator teknis.
Baca Juga:
Prabowo Siapkan Stimulus Ekonomi: Diskon Transportasi hingga BSU Kembali Bergulir
Apakah Masih Prospektif?
Lepas dari tuntutan ATI dan tanga-an BPJT, apakah industri jalan tol di Indonesia, yang telah menjadi tulang punggung percepatan infrastruktur selama satu dekade terakhir, masih prospektif?
Akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Danang Parikesit, dalam analisisnya, memberikan sudut pandang yang lebih holistik dan strategis.
Baca Juga:
90 Persen Pelanggan PLN Kabupaten Sumedang dan Majalengka Akan Nikmati Stimulus Diskon Tarif Listrik 50 persen
Kepada Kompas.com, Danang Parikesit menegaskan bahwa investor jalan tol harus memiliki perspektif jangka panjang dan tidak hanya fokus pada posisi arus kas (cash flow) saat ini.
Jalan tol adalah aset infrastruktur dengan masa konsesi panjang 35 hingga 50 tahun. Di sisi lain, sebagian besar jalan tol di Indonesia baru dibangun dalam periode sepuluh tahun terakhir.
Jadi, menurut Danang, ajar jika mayoritas jalan tol baru ini memiliki arus kas yang masih negatif. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya investasi awal dan periode ramp-up (peningkatan volume lalu lintas) yang membutuhkan waktu.