WahanaNews.co | Kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait minyak goreng dinilai keliru.
Hal itu disampaikan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (31/3).
Baca Juga:
RSUI-Sania Royale Rice Band, Seminar Atasi Stroke dengan Gamma Oryzanol: Metode Memasak Minyak Goreng Sehat
"Menurut kami di BPKN, kedua kebijakan yang diambil oleh (kementerian) perdagangan menurut saya keliru, baik yang pertama maupun kedua," ungkap Ketua BPKN Rizal E Halim.
Ia menyoroti aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dan domestic market obligation (DMO) yang hanya di atas kertas. Namun, implementasinya 'nol besar'.
"Kebijakan Kementerian Perdagangan DMO 30 persen atau 20 persen atau 25 persen sebelumnya itu di atas kertas. Nggak megang fisiknya," kata Rizal.
Baca Juga:
P3PI Dorong Peningkatan Standar Higienis di Pabrik Kelapa Sawit menuju Kelayakan Food Grade
Menurut catatan BPKN, total produksi CPO di domestik sebanyak 46,8 juta ton. Dari jumlah tersebut, 18,4 juta ton digunakan untuk konsumsi domestik.
"18 juta ton ini tidak semua diproduksi minyak goreng, setengahnya minyak goreng, produksi besar adalah biodiesel kemudian ada oleokimia," ujar Rizal.
Sementara, rata-rata olahan CPO menghasilkan 20 juta ton liter minyak goreng. Dari total tersebut, hanya 4 juta-5 juta ton yang dijual di dalam negeri, sedangkan sisanya ekspor.
"Kalau pemerintah menguasai fisik 20-25 persen, kebutuhan domestik selesai, tidak akan ada gejolak harga," jelas Rizal.
Minyak goreng menjadi masalah yang tak kunjung usai sejak akhir tahun lalu. Harga bahan pokok itu melejit hingga lebih dari Rp20 ribu per liter.
Masyarakat pun protes. Kemudian, pemerintah mengeluarkan aturan subsidi minyak goreng kemasan melalui dana BPDPKS.
Setelah itu, pemerintah juga menetapkan harga acuan tertinggi (HET) kemasan sederhana Rp13.500 per liter, premium Rp14 ribu per liter, dan curah Rp11.500 per liter. Dengan penetapan itu, pemerintah mencabut kebijakan subsidi untuk minyak goreng.
Namun, stok minyak goreng justru menghilang setelah pemerintah memberlakukan HET minyak goreng kemasan premium Rp14 ribu per liter.
Kelangkaan pasokan minyak goreng kemasan menjadi masalah baru di masyarakat. Tak lama setelah itu, pemerintah memutuskan untuk mencabut aturan HET untuk minyak goreng kemasan sederhana dan premium.
Sebagai gantinya, pemerintah kembali memberikan subsidi melalui BPDPKS. Namun, kali ini subsidi diberikan untuk penjualan minyak goreng curah.
Di saat yang bersamaan, pemerintah menaikkan HET minyak goreng curah dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14 ribu per liter. [bay]