WahanaNews.co, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola tambang tidak diterima oleh semua pihak.
Bahkan sejumlah ormas keagamaan menyatakan menolak untuk terlibat dalam pengelolaan tambang.
Baca Juga:
Kelulusan S3 Bahlil Lahadalia Ditangguhkan Universitas Indonesia
Mengenai hal ini, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan pendapatnya.
Bahlil menghormati setiap perbedaan pendapat karena Indonesia adalah negara demokrasi.
Oleh karena itu, ketika ada ormas keagamaan yang menolak, Bahlil tidak mempermasalahkan.
Baca Juga:
Daftar Lengkap Pengurus DPP Partai Golkar Periode 2024–2029
Ia yakin bahwa dengan komunikasi yang baik, kesalahpahaman mengenai maksud pemerintah dapat diselesaikan.
"Kalau ditanya ada yang menolak, ada yang menerima, itu biasa saja. Kalau menolak, tidak apa-apa, kita hargai. Saya merasa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, semua akan diselesaikan dengan komunikasi yang baik," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/BKPM di Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024).
Mantan Ketua Umum HIPMI itu mengakui bahwa pemerintah belum menjelaskan semua pertanyaan terkait kebijakan yang memungkinkan ormas keagamaan mengelola izin tambang.
Ia juga merespons pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin, yang meminta organisasinya menolak tawaran izin tambang. Bahlil menyatakan akan memberikan penjelasan mengenai niat pemerintah.
"Pak Din juga kan senior saya, abang-abang kami semua, bisa lah kami jelaskan baik-baik," ujarnya.
Menurut Bahlil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara belum lama dikeluarkan.
Namun, persepsi masyarakat yang keliru telah mengaburkan maksud pemerintah.
"Baru saja PP ini keluar, berdasarkan persepsi masing-masing, akhirnya kabur semua. Tapi mudah-mudahan penjelasan ini insya Allah akan memperjelas. Ada ormas yang tidak butuh, ya tidak apa-apa. Masa kita paksa orang yang tidak butuh? Kita prioritaskan yang membutuhkan, ya sederhana," kata Bahlil.
Sebelumnya, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan tidak akan mengajukan izin untuk mengelola tambang.
Ketua KWI dan Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah tanggung jawab mereka.
"Saya tidak tahu mengenai organisasi masyarakat yang lain, tetapi KWI tidak akan memanfaatkan kesempatan itu karena tambang bukanlah wilayah kami," ujarnya dengan tegas.
Dalam sebuah konferensi pers, Bahlil tampak heran ada pihak yang mempersoalkan pemberian izin kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang.
Sebelumnya, ia dikritik karena memberikan izin usaha pertambangan (IUP) hanya kepada konglomerat dan investor asing. Kini, kebijakan yang memperbolehkan ormas mengelola tambang justru dipermasalahkan.
"Ingat dulu waktu saya pertama kali menjabat sebagai Kepala BKPM, saya dikritik habis-habisan. Kenapa IUP hanya diberikan kepada konglomerat dan investor asing. Sekarang kita ingin memberikan izin kepada organisasi masyarakat malah diributkan. Sebenarnya, maunya apa sih?" tanya Bahlil.
Bahlil menjelaskan bahwa konteks pembicaraannya adalah merespons pihak yang mengaitkan pemberian izin kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan motif politik.
Ia menegaskan bahwa ajang Pilpres telah selesai dengan kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
"Jadi kalau Pilpres sudah selesai, ya sudah selesai saja. Itu terlalu berlebihan. Saya tidak mau dikaitkan, karena ibu saya ini NU. Setelah menjadi menteri investasi, apa lagi yang harus kami berikan," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya TA]