WahanaNews.co | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyesuaikan tarif penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS).
Aturan mengenai hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.03/2022 Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Sendiri.
Baca Juga:
Tragis! Rumah di Nias Utara Ludes Dilahap Si Jago Merah, Nenek 80 Tahun Tewas
Peraturan itu merupakan perubahan dari aturan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
Kosubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung menjelaskan perhitungan pengenaan PPN yang terutang dalam PMK tersebut.
Dijelaskan, besaran PPN terutang sama dengan 20 persen dikali tarif PPN sesuai Pasal 7 ayat (1) yaitu 11 persen dikali Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 2,2 persem dari DPP.
Baca Juga:
Sempat Terdengar Ledakan, 4 Rumah di Nias Selatan Terbakar
"Kalau misal biaya saya (membangun) Rp 1 miliar berarti DPP-nya adalah Rp 200 juta dikali tarif," kata Bonarsius dikutip dari Kontan.co.id pada Jumat (8/4/2022).
"Jadi, kalau dibuat tarif efektifnya adalah 11 persen dikali 20 persen dikali total biaya, berarti sekitar 2,2 persen dikali Rp 200 juta. Itulah PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri."
Bonar mengatakan, biaya PPN tersebut harus dibayar sendiri oleh pelaku yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Untuk membayarnya, bisa disetorkan ke bank.
Bonar menambahkan, pelaku dianggap sudah melapor ketika membuat Surat Setoran Pajak (SSP) dan akan masuk ke DJP dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum dalam SSP tersebut.
"Jadi (peraturan) ini juga sudah terutang, saat ini hanya penyesuaian saja," tutur Bonar.
Adapun PPN KMS yaitu berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
Menurut Bonar, PPN atas KMS yg telah disetor dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan dan pengisian SSP.
Lebih lanjut, merujuk pada PMK 61/2022, KMS adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Selain itu, yang dimaksud KMS orang pribadi atau badan yang melakukan KMS, adalah kegiatan membangun bangunan yang baru atau menambah luas bangunan yang sudah ada sebelumnya.
Termasuk, kegiatan membangun bangunan oleh pihak lain bagi orang pribadi atau badan namun PPN atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain.
Sementara itu, merujuk Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-53/PJ/2012, yang dimaksud KMS adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong, tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Artinya, jika proses pembangunan menggunakan pemborong atau kontraktor kecil yang bukan termasuk kriteria PKP maka memenuhi kriteria KMS yang dikenakan PPN.
Adapun kriteria KMS yang dikenakan pajak di antaranya, konstruksi yang utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja.
Termasuk bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, dan dengan luas keseluruhan tempat tinggal atau tempat usaha paling sedikit dengan luas 200 meter persegi (m2).
Lebih lanjut, dalam prosesnya orang pribadi atau badan yang melakukan KMS wajib melaporkan penyetoran PPN, baik orang pribadi atau badan yang merupakan pengusaha kena pajak (PKP), melaporkan penyetoran PPN dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN ke kantor pelayanan pajak terdaftar.
Kemudian, orang pribadi atau badan yang bukan merupakan PKP dianggap telah melaporkan penyetoran PPN sepanjang telah melakukan penyetoran PPN. [rin]