WahanaNews.co | Mulai awal September ini pemerintah secara resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) . Kini, harga Pertalite dibanderol naik menjadi Rp10.000 per liter, Solar Rp6.800 per liter dan Pertamax Rp16.500 per liter.
Ekonom Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto menilai keputusan penyesuaian harga BBM merupakan pilihan terbaik di tengah situasi global seperti sekarang ini.
Baca Juga:
Pjs Wali Kota Bukittinggi Bahas Progres Program RTLH 2024 di Balaikota
"Ini merupakan sebuah kebijakan yang sangat sulit bagi pemerintah, namun sudah tidak ada pilihan lagi," ujar Teguh di Jakarta, Kamis (8/9).
Menurut dia, apabila pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga BBM, dikhawatirkan beban fiskal akan semakin tinggi lagi dan semakin menekan nilai tukar Rupiah. Ini disebabkan oleh karena nilai impor BBM yang sangat besar.
"Pelan namun pasti, kebutuhan BBM dalam negeri yang semakin meningkat di situasi saat global saat ini, akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar. Tidak hanya BBM saja, sebetulnya barang-barang lain juga akan meningkat, tapi pelan-pelan, tetapi sebetulnya dampaknya akan terasa juga," tegasnya.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Dukung Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, Jadi Lumbung Pangan Utama
Teguh menegaskan bahwa kondisi keuangan negara saat ini sudah ‘berdarah-darah’ akibat tekanan global dan jika dibiarkan terus sampai akhir tahun, kenaikan anggaran APBN terkait kebutuhan subsidi kompensasi pada situasi global saat ini bahkan bisa menyentuh lebih dari Rp 700 triliun.
Tak Bisa Dihindari
Pengamat Sosial UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengatakan bahwa penyesuaian harga BBM memang tidak dapat dihindari.