WAHANANEWS.CO, Jakarta - Arus modal asing kembali bergerak deras ke Indonesia, tetapi tekanan sepanjang tahun masih membayangi pasar keuangan domestik dan menuntut kewaspadaan pelaku ekonomi.
Bank Indonesia (BI) melaporkan adanya pembelian bersih oleh investor nonresiden pada periode 6 hingga 9 Oktober 2025 sebesar Rp 6,43 triliun yang terdiri dari pembelian neto Rp 2,48 triliun di pasar saham dan Rp 5,14 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), sementara di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) terjadi aksi jual neto Rp 1,19 triliun.
Baca Juga:
Rupiah Melemah, Tapi Modal Asing Tetap Deras Masuk ke Pasar SBN
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa derasnya arus modal masuk ini memberi dorongan positif terhadap likuiditas pasar, meskipun data sepanjang tahun menunjukkan arah berbeda.
Ramdan menjelaskan bahwa berdasarkan data setelmen hingga 9 Oktober 2025, nonresiden tercatat melakukan penjualan bersih Rp 53,45 triliun di pasar saham dan Rp 132 triliun di instrumen SRBI, dengan satu-satunya aliran masuk positif berasal dari pasar SBN yang mencatat pembelian bersih Rp 26,46 triliun.
"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," ujar Ramdan.
Baca Juga:
Pekan Ini, BI Catat Modal Asing Keluar Bersih Capai Rp10,33 Triliun
Selain itu, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun per 9 Oktober 2025 tercatat naik menjadi 78,37 basis poin dibandingkan posisi 3 Oktober 2025 yang berada pada level 77,22 basis poin yang mencerminkan peningkatan persepsi risiko pasar.
Pada saat yang sama, Rupiah dibuka pada level bid Rp 16.560 per dolar AS dan imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun mengalami penurunan menjadi 6,07 persen yang menandakan adanya minat terhadap aset pendapatan tetap Indonesia.
Masuk ke perdagangan Jumat (10/10/2025), Rupiah mengalami pelemahan tipis sebesar dua poin atau 0,01 persen menjadi Rp 16.570 per dolar AS dibandingkan penutupan sebelumnya di angka Rp 16.568 per dolar AS.
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia juga melemah menjadi Rp 16.585 per dolar AS dari posisi sebelumnya yang berada pada level Rp 16.534 per dolar AS yang menjadi sinyal tambahan tekanan terhadap nilai tukar.
Analis mata uang Ibrahim Assuabi menilai bahwa pelemahan Rupiah kali ini tidak terlepas dari kekhawatiran pasar terhadap potensi berlanjutnya penutupan pemerintahan Amerika Serikat yang dinilai dapat mengacaukan jadwal rilis data ekonomi krusial.
"Penutupan pemerintah AS masih berlangsung hingga hari kesembilan dan Risalah Rapat Federal Reserve (Fed) terbaru menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan sepakat untuk mendukung pasar tenaga kerja yang (sedang) melemah," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan risalah Federal Open Market Committee (FOMC), mayoritas pejabat The Fed mengindikasikan dukungan terhadap pemangkasan suku bunga pada akhir tahun 2025 meskipun sebagian lainnya meminta agar langkah tersebut tidak dilakukan terburu-buru karena tekanan inflasi yang masih berlangsung.
Situasi ini menguatkan ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga yang lebih longgar namun tetap dengan nuansa kehati-hatian untuk menjaga kestabilan ekonomi global dan arus modal.
Ibrahim juga menyebut bahwa minimnya publikasi data ekonomi Amerika Serikat akibat penutupan pemerintah akan membuat pelaku pasar lebih banyak bergerak berdasarkan ekspektasi dan sentimen ketimbang data konkret yang biasanya menjadi panduan utama.
CME FedWatch menunjukkan bahwa peluang penurunan suku bunga pada Oktober mendekati 100 persen dan pasar memperkirakan pemangkasan lanjutan pada rapat Desember yang berpotensi menekan imbal hasil obligasi AS dan menurunkan kekuatan dolar AS.
Pada perdagangan Jumat (10/10/2025) pagi, Rupiah kembali dibuka melemah 13 poin atau 0,08 persen menjadi Rp 16.581 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp 16.568 per dolar AS yang menunjukkan bahwa volatilitas tetap menjadi faktor dominan.
Ekonom Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, memperkirakan bahwa pergerakan Rupiah hari ini tidak akan terlalu fluktuatif dan diproyeksikan bergerak di kisaran Rp 16.525 hingga Rp 16.615 per dolar AS.
Selain itu, laporan dari Xinhua mencatat bahwa pasar global mengantisipasi langkah tambahan dari The Fed untuk memangkas suku bunga dalam beberapa pertemuan terakhir tahun ini yang dapat berdampak pada nilai tukar Rupiah di tengah dinamika kebijakan moneter global.
Dengan kondisi ini, pelaku pasar diimbau untuk tetap mencermati perkembangan terbaru terkait kebijakan bank sentral global dan dinamika politik Amerika Serikat agar dapat mengelola risiko secara lebih terukur dalam menghadapi gejolak nilai tukar.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]