WahanaNews.co | Bank Indonesia bersama bank sentral negara lain sepakat memperkuat pemantauan pasar valas di kawasan.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan upaya pengembangan dan pendalaman pasar valuta asing (valas) yang efisien, termasuk perluasan penggunaan lindung nilai valas dapat berperan meredam dampak volatilitas di pasar keuangan domestik.
Baca Juga:
Capaian Kolaborasi Kendalikan Inflasi Pangan di Papua Barat Daya Tahun 2024, Bank Indonesia Perwakilan Papua Barat Gelar Torang Locavore
“Sejalan dengan peningkatan volume pasar valas di kawasan Asia Pasifik sejak 2013 hingga 2022 yang sangat mempengaruhi efektivitas kebijakan bank sentral negara berkembang seperti di Indonesia, laporan ini mengkaji bagaimana kebijakan stabilisasi menjadi instrumen utama dalam mendukung mekanisme pasar dan stabilitas sistem keuangan,” ujarnya dikutip Selasa (1/11/2022).
Menurut Erwin, selain itu upaya pendalaman pasar lindung nilai dapat membantu menyeimbangkan permintaan valas di masa depan.
Dia menyebutkan, ada tiga fokus utama asesmen dan opsi kebijakan yang dimuat dalam laporan ini.
Baca Juga:
Bank Indonesia Kaltim: Pembangunan IKN Berdampak Positif pada Perekonomian Daerah
Pertama, pemantauan dan pengawasan pasar valas. Kedua, perkembangan pasar lindung nilai valas.
Erwin menjelaskan pula jika analisis laporan menggunakan metode survei anggota study group, BIS Triennial Central Bank Survey of Foreign Exchange and Over-the-counter Derivatives Markets, sumber sektor resmi lainnya, sumber data komersial, dan studi kasus negara anggota.
“Kajian yang dilakukan menuangkan pentingnya dukungan pasar valas spot dan derivatif yang berfungsi dengan baik, agar bank sentral dapat menempuh macro-financial stability frameworks dengan optimal dalam merespons gejolak nilai tukar dan arus modal,” tegas dia.
Sebagai informasi, Bank for International Settlements untuk wilayah Asia dan Pasifik beranggotakan bank sentral dan otoritas moneter dari Australia, Filipina, Hong Kong, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Thailand, dan China, serta pengamat dari Jepang.
“Instrumen kebijakan yang tepat perlu diterapkan guna membatasi volatilitas di pasar valas sehingga stabilitas makroekonomi dan keuangan tetap terjaga,” tutup Erwin. [Tio]