"Dalam konteks itu, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain," tulis laporan tersebut.
Namun permintaan IMF itu memantik reaksi yang cukup keras dari pemerintah Indonesia. Salah satu reaksi keras disuarakan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Menurutnya, permintaan yang disampaikan IMF kepada Presiden Jokowi tersebut tidak berdasarkan logika atau ngawur. Sebab, bisa mengganggu kedaulatan bangsa Indonesia.
"Saya sebagai mantan aktivis merasa terganggu ketika ada sebuah kedaulatan bangsa kita, independensi negara kita digores oleh siapapun dan saya pikir ini harus kita lawan cara-cara seperti ini tidak lagi untuk kita tempatkan mereka di tempat yang baik di bangsa ini. Dia tidak usahlah campur-campur mengurus Indonesia, " ujarnya pada Jumat (30/6).
Ia mempertanyakan alasan IMF meminta Jokowi menghentikan kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang dilakukan Jokowi. Ia juga menyatakan pemerintah tak akan terjerumus ke dalam jebakan IMF lagi.
Baca Juga:
Balai Kemenperin di Makassar Dukung Pemerataan Ekonomi Wilayah Timur
Bahlil mengatakan pengalaman Indonesia pada 1998, atau saat mengatasi krisis moneter dengan menjalankan rekomendasi yang diberikan oleh IMF sudah cukup.
"Ketika terjadi krisis ekonomi yang merekomendasikan Dirgantara Indonesia ditutup, bansos dihentikan hingga akhirnya daya beli masyarakat lemah adalah IMF. Di situlah cikal bakal terjadi di industrialisasi bunga kredit dinaikkan sehingga hampir semua pengusaha kolaps," katanya.
"Apakah kita mengikuti dokter yang sudah menjadikan kita dirawat dari ruang rawat inap ke ICU," tambahnya.