"Akibatnya, muncul risiko tidak diperolehnya harga tenaga listrik yang ekonomis dan menurunnya daya saing industri dalam negeri yang menggunakan tenaga listrik," tulis laporan BPK.
Kedua, rendahnya kemajuan RUPTL. BPK mengatakan ini bakal menjadi biang kerok kurangnya pasokan pada sebagian besar sistem kelistrikan nasional.
Baca Juga:
PLN Raih Green Business Ratings Terbaik di Sektor Energi dan Pertambangan dalam Green Economic Forum 2024
Di lain sisi, ada kendala progres penyelesaian atas 15 proyek dengan kapasitas 336,8 megawatt yang progres konstruksinya berhenti. Lalu, 12 proyek dengan kapasitas 177 MW diterminasi alias tidak dilanjutkan.
BPK lantas merekomendasikan Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Menteri LHK Siti Nurbaya untuk segera memperbaikinya. Keduanya diminta berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk memastikan PT PLN (Persero) melaksanakan rekomendasi langkah-langkah percepatan realisasi proyek RUPTL 2021-2030 yang disampaikan Kementerian ESDM.
Ketiga, perhitungan gas rumah kaca (GRK) sektor energi subsektor ketenagalistrikan dianggap belum menggambarkan jumlah emisi riil yang dihasilkan.
Baca Juga:
PLN Raih Green Business Ratings Terbaik di Sektor Energi dan Pertambangan dalam Green Economic Forum 2024
BPK menyebut perhitungan emisi GRK masih memakai data sekunder berupa data penjualan batu bara, di mana data primer emisi yang dipantau langsung via aplikasi APPLE-Gatrik malah tak digunakan.
"Akibatnya, hasil perhitungan inventarisasi emisi GRK sektor energi subsektor ketenagalistrikan yang dipublikasikan lebih besar dan tidak menggambarkan jumlah emisi GRK yang sebenarnya," tandas BPK.
[Redaktur: Sandy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.